REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo baru saja mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) nomor Nomor 8 Tahun 2015 tentang Moratorium Hutan. Inpres tersebut dikeluarkan untuk menekan deforestasi hutan atau pembalakan liar di Indonesia.
Aktivis Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (LBHI), Nandang Wahyu menilai para pengusaha kelapa sawit akan melakukan protes inpres tersebut. Menurut Nandang, dengan Inpres tersebut para pengusaha tidak punya ruang untuk melakukan upaya perluasan perkebunan mereka.
"Tapi pembukaan hutan oleh pengusaha sawit dimanfaatkan oleh mereka untuk mendapatkan keuntungan dari penebangan kayu-kayu. Kayu tersebut dijual untuk menambahkan investasi pengelolaan perkebunan mereka," kata Nandang di Jakarta, Ahad (31/5).
Nandang menjelaskan, pola pikir pengusaha sawit bukan kepada kualitas produksi, tetapi pada kuantitas seberapa luas sawit ditanam. Sehingga adanya moratorium hutan menjadi penghambat produktivitas sawit mereka. Padahal, menurut Nandang Indonesia Perlu belajar kepada Brazil
"Mereka sukses dalam produksi kedelai dengan moratorium hutan justru mereka dapat mengurangi deforestasi hutan tanpa mengorbankan industri pertanian kedelainya," ujar Nandang.
Nandang juga mencotohkan seperti yang dilakukan Malaysia. Dengan lahan yang sempit justru mereka lebih produktif sawitnya dan meningkat hasilnya dibanding skala produksi di Indonesia.
Nandang berharap dengan keluarnya Inpres Moratorium seharusnya dapat dimanfaatkan oleh Pemerintah untuk memperbaiki tumpang tindih perizinan dan tata ruang. Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan upaya penegakkan hukum untuk memberantas kejahatan lingkungan seperti pembalakan liar, pembukaan kebun, dan pertambangan dikawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung, dan kawasan hutan lain yang masih primer.