Jumat 24 Apr 2015 23:32 WIB

Ini Pengalaman Mensos Saat Blusukan ke Kramat Tunggak

Rep: C25/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berbicara saat memimpin rapat koodinasi Peningkatan Sinergi Dalam Mendukung Efektifitas Program Raskin dalam Kerangka Penanggulangan Kemiskinan di kantor Kemensos, Jakarta, Selasa (24/3).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa berbicara saat memimpin rapat koodinasi Peningkatan Sinergi Dalam Mendukung Efektifitas Program Raskin dalam Kerangka Penanggulangan Kemiskinan di kantor Kemensos, Jakarta, Selasa (24/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa menceritakan pengalamannya saat blusukan ke lokalisasi yang dahulu sempat tersohor di Asia yaitu Kramat Tunggak.

Hal itu disampaikannya saat menggelar Rapat Kordinasi Nasional di Lagoon Ballroom, Best Western Hotel, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Cerita yang ia bagikan adalah pengalamannya mengenai lokalisasi yang sempat tersohor di Asia, Kramat Tunggak, saat masih menjadi wakil rakyat di Komisi Delapan DPR RI.

Khofifah mengatakan kalau dahulu, setiap beberapa minggu sekali ia datang ke Kramat Tunggak dan berkesempatan bertemu serta berbagi cerita dengan banyak mucikari yang ada di sana.

Ia mengaku sempat terkejut lantaran dari 95 mucikari yang ia sempat temui, 65 mucikari diantaranya sempat menjalankan ibadah haji ke tanah suci.

"Dengan kata lain para mucikari tersebut berstatus sebagai haji," ujarnya.

Menteri Khofifah yang mengenakan baju berwarna merah muda juga menyebut kalau pelaku perdagangan manusia rata-rata berjenis kelamin laki-laki, karena, dari sejumlah mucikari yang ia temukan hanya ada lima mucikari saja yang berjenis kelamin wanita.

Khofifah merasa kesal lantaran pola pikir yang ada di masyarakat saat ini, seakan-akan memandang kalau tuna susila selalu identik dengan satu jenis kelamin saja, yaitu perempuan.

Mensos juga menceritakan kisah seorang wanita penyandang tuna susila, yang merupakan mantan juara MTQ dengan hafalan sebanyak 15 juz.

Wanita tersebut memang berasal dari keluarga tidak mampu dan hanya dititipkan kepada sebuah pesantren untuk belajar ilmu agama.

"Setelah itu, wanita tersebut diizinkan orang tuanya untuk dipersunting oleh laki-laki yang berasal dari Jakarta," katanya.

Ia melanjutkan, kehidupan wanita tersebut berubah drastis setelah dibawa ke Jakarta karena selain dijadikan budak, ternyata ia hanyalah seorang istri kedua. Kemudian, sang wanita melarikan diri ke Tanjung Priok dan menaiki sebuah kapal tanpa tahu arah tujuannya.

"Di dalam kapal, wanita tersebut diperkosa oleh tujuh orang anak buah kapal, sebelum akhirnya sampai ke Pulau Sumatera atau tepatnya di Banjarmasin," katanya lagi.

Khofifah menambahkan kalau di Banjarmasin itulah sang wanita diterima dengan baik oleh seorang mucikari, hingga akhirnya, dipekerjakan sebagai pekerja seks komersial dan dibawa ke Kramat Tunggak.

Mantan Wakil Ketua DPR itu juga menyampaikan keprihatinannya, karena menurut dia, cerita tersebut banyak sekali terjadi pada wanita tuna susila yang bekerja di lokalisasi, dan seakan berputar karena masih saja terjadi hingga saat ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement