REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah menilai ada tiga faktor yang menjadi penghalang pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla bekerja secara maksimal.
"Sangat wajar jika persepsi tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK saat ini masih belum memuaskan, karena ada beberapa faktor yang menjadi penghalang bagi pemerintahan bekerja maksimal," kata Basarah di Jakarta, Senin.
Dia menjelaskan, faktor pertama kondisi politik nasional yang masih terimbas konflik kepentingan pascapilpres yang belum selesai. Menurut dia, perseteruan tersebut dilanjutkan di parlemen dengan membuat blok politik Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) hingga saat ini.
"Perseteruan politik antara KIH dan KMP di DPR saja sudah memakan waktu sekitar tiga bulan dan praktis pada masa itu hubungan pemerintah dan DPR mengalami stagnasi," ujarnya menjelaskan.
Faktor kedua, menurut dia, masa adaptasi presiden dan wakil presiden bersama para menterinya terlalu lamban. Hal itu, lanjutnya, menyebabkan pemerintahan belum menemukan format yang sesuai, sehingga mereka bisa cepat bekerja dalam satu barisan yang solid.
"Hal tersebut diperparah lagi atas ulah beberapa menteri atau pejabat setingkat menteri yang punya agenda tersembunyi sendiri di pemerintahan," ujarnya. Basarah menjelaskan, faktor ketiga paradigma pemerintahan yang dibangun Presiden Jokowi belum sepenuhnya dapat diterima parpol pengusung dan pendukungnya.
Dia menilai Jokowi menganggap parpol pengusung hanya merupakan salah satu bagian yang sama dengan kelompok-kelompok pendukung lainnya dalam proses politik kemenangan Jokowi sebagai presiden ketika pilpres.
"Lalu Jokowi membuat pola komunikasi dan koordinasi yang sama antara parpol pengusung dan pendukungnya dengan kekuatan pendukung Jokowi lainnya di luar parpol," katanya.
Sementara, di sisi lain, menurut dia, parpol pengusung dan pendukung, terutama PDIP menganggap pemerintahan Jokowi-JK lahir dari rahim politik PDIP dan parpol pendukung lainnya. Dia menilai hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 dan UU Pilpres.
"Oleh karena itu pernah terjadi kesalahpahaman politik antara presiden dan parpol pengusung dan pendukungnya sehingga akhirnya sinergi antara pemerintah dengan parpol pengusung dan pendukung menjadi tidak maksimal," katanya.