REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Sejumlah warga Kabupaten Lebak, Banten, mulai menggunakan borondo atau sisa kelapa sawit sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak sehari-hari.
Belasan ibu rumah tangga warga Parakan, Desa Nameng, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, berjalan kaki menempuh jarak sekitar empat kilometer menuju perkebunan kelapa sawit milik PTPN VIII Cisalak untuk mencari sisa-sisa kelapa sawit yang tidak layak dijual, untuk dijadikan borondo sebagai bahan bakar.
Masyarakat di sana kini beralih ke bahan bakar borondo sehubungan harga eceran elpiji kemasan di pasaran melonjak. "Kami sudah dua pekan menggunakan bahan bakar dari limbah sawit untuk mengirit biaya hidup, terlebih suami menjadi buruh bangunan menganggur," kata Mimin, seorang ibu rumah tangga warga Desa Nameng, Lebak, Ahad (19/4).
Ia mengatakan, penggunaan bahan bakar itu, tentu membantu perekonomian keluarganya, karena saat ini dia tidak mampu membeli gas elpiji ukuran tiga kilogram. Saat ini, harga eceran gas kemasan tiga kilogram mencapai Rp22.000/tabung dari sebelumnya Rp 16 ribu per tabung.
Dia keberatan jika uangnya digunakan untuk membeli gas karena ia memiliki dua tanggungan anak yang kini duduk di bangku SMP. Untuk itu, dia setiap pagi bersama ibu-ibu rumah tangga lain berangkat mencari limbah pembuangan kelapa sawit di perkebunan.
Ia memperkirakan harus berjalan kaki dari rumahnya ke lokasi perkebunan itu sejauh empat kilometer. "Kami sudah biasa berjalan kaki hingga menembus hutan dan persawahan serta ladang," katanya.
Begitu pula Eni, seorang ibu rumah tangga warga Desa Nameng, Kabupaten Lebak, mengaku selama ini dia tidak mampu beli gas tabung ukuran tiga kilogram. "Kami lebih baik memakai borondo untuk keperluan memasak, selain tidak beli juga apinya cukup bagus," katanya.
Menurut dia, penggunaan bahan bakar borondo cukup irit dibandingkan kayu bakar maupun gas elpiji.
Sebabnya ialah bahan bakar borondo dapat digunakan selama sebulan dari isi limbah sawit sebanyak satu karung. "Kami bisa menghemat biaya dengan menggunakan bahan bakar borondo itu," ujarnya.
Sementara itu, Ecin, seorang ibu rumah tangga warga Desa Rangkasbitung Timur, Kabupaten Lebak, mengaku sebagian besar warga di tempat tinggalnya untuk keperluan memasak sehari-hari menggunakan bahan bakar borondo karena itu membantu ekonomi keluarga. "Kami setiap hari bersama warga lainnya mencari sisa kelapa sawit di perkebunan," katanya.
Sebetulnya, pemakaian bahan bakar borondo itu lebih praktis dibandingkan bahan bakar kayu.
"Saya kira borondo mudah dibakar setelah biji kelapa sawit mengering, bahkan satu kilogram bisa untuk dua kali memasak, katanya.