Jumat 17 Apr 2015 02:00 WIB

TB Hasanudin: Isteri Prajurit Punya Hak Berpolitik

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Ribuan prajurit yang terdiri dari TNI dan Polri mengikuti apel gelar pasukan pengamanan KTT Asia-Afrika di Silang Monas, Jakarta Pusat, Rabu (15/4).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Ribuan prajurit yang terdiri dari TNI dan Polri mengikuti apel gelar pasukan pengamanan KTT Asia-Afrika di Silang Monas, Jakarta Pusat, Rabu (15/4). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi I DPR RI mendukung keputusan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI) soal kebijakan isteri prajurit untuk bisa berpolitik. Anggota Komisi I Tubagus Hasanudin mengatakan, hak-hak isteri prajurit untuk berpolitik, sama seperti warga sipil lainnya.

Dikatakan Tubagus, Undang-undang 34/2004 tentang militer memang mengatur soal peran politik bagi para prajurit. Dalam regulasi tersebut, mengharamkan prajurit untuk ambil bagian dalam berpolitik praktis. Artinya, seorang prajurit aktif tak bisa mencalonkan diri ataupun dicalonkan terkait pemilihan umum.

Hanya saja, dikatakan dia pemotongan hak berpolitik itu tak berlaku untuk isteri-isteri prajurit. "Memang dibolehkan (isteri-isteri prajurit) ikut berpolitik," kata politikus dari PDI Perjuangan itu dalam pesan singkatnya, Kamis (16/4).

Dikatakan dia, selama regulasi tak melarang partisipasi warga negara untuk berpolitik maka hal tersebut terang diperbolehkan. "Kalau undang-undangnya tidak melarang. Ya itu boleh saja," sambung dia.

Panglima TNI, Jenderal Moeldoko mengundangkan memori internal di lingkungan militer soal partisipasi politik keluarga besar prajurit. Dalam memo tersebut dikatakan, bahwa isteri-isteri prajurit aktif, dibolehkan untuk ambil bagian dalam pesta demokrasi.

Baik di tingkat daerah, maupun di ranah nasional. Jenderal Moeldoko menegaskan tak ada larangan bagi para isteri prajurit untuk mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati atau pun wali kota.

Bahkan untuk menduduki posisi politik lainnya. Sebab, menurut dia, yang dilarang menggunakan hak politiknya adalah prajurit aktif, dan bukan isteri yang punya status masyarakat sipil biasa.

Pengamat hukum dan politik dari Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis menilai, keputusan Jenderal Moeldoko adalah langkah maju sistem demokrasi di Indnesia terutama di lingkungan militer. Sebab, menurut dia, selama ini hak-hak politik isteri prajurit ikut tersandera dengan ikatan dinas sang suami.

Padahal menurut dia, larangan berpolitik hanya ditujukan untuk prajurit."Selama ini, memang ada semacam penilaian atau ketakutan dari isteri-isteri TNI untuk bisa berpolitik," kata dia, saat dihubungi, Kamis (16/4). Meskipun memang dihalalkan, memo internal oleh Panglima Moeldoko itu akan memberikan pengertian, bahwa isteri-isteri prajurit tersebut memang memiliki hak memilih atau pun hak untuk dipilih. "Saya kira ini bagus," sambung dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement