Rabu 15 Mar 2023 23:51 WIB

Partisipasi Politik Kaum Muda Perempuan Masih Terhambat

Partisipasi politik kaum muda perempuan dinilai masih terhambat.

Acara Dialog Antargenerasi yang diselenggarakan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerja sama dengan Yayasan Jurnal Perempuan dan Australian Volunteer Program pada Rabu (15/3) di Universitas Indonesia. Partisipasi politik kaum muda perempuan dinilai masih terhambat.
Foto: Istimewa
Acara Dialog Antargenerasi yang diselenggarakan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerja sama dengan Yayasan Jurnal Perempuan dan Australian Volunteer Program pada Rabu (15/3) di Universitas Indonesia. Partisipasi politik kaum muda perempuan dinilai masih terhambat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Remaja perempuan menilai partisipasi politik penting namun keterlibatan mereka masih sangat rendah karena mayoritas merasakan banyak hambatan untuk berpartisipasi.

Menurut riset State of The World’s Girls Report (SOTWG) yang dipublikasikan Plan International, sebanyak 69 persen dari 1.000 responden remaja perempuan Indonesia (15-24 tahun) merasakan berbagai tantangan untuk berpartisipasi di bidang politik. 

“Beberapa hambatan di antaranya remaja perempuan berpikir politisi tidak akan mendengarkan mereka. Selain itu, mereka melihat politisi tidak banyak bicara terkait isu yang mempengaruhi perempuan” ujar Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti dalam Dialog Antargenerasi yang diselenggarakan Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bekerja sama dengan Yayasan Jurnal Perempuan dan Australian Volunteer Program di Universitas Indonesia dalam rilisnya, Rabu (15/3/2023).

Beberapa temuan menarik lainnya dari riset ini adalah tentang perasaan remaja perempuan terhadap pemimpin politiknya. Mayoritas remaja perempun di Indonesia tidak percaya (54 persen) serta kurang yakin dalam menyalurkan aspirasinya kepada pemimpin politik (30 persen).

Selain itu, remaja perempuan Indonesia melihat masyarakat tidak terlalu menerima terhadap perempuan pemimpin politik nasional (20 persen). Hal ini jauh dibandingkan dengan opini responden remaja perempuan di tingkat global (49 persen) yang melihat perempuan lebih bisa diterima untuk menjadi pemimpin politik di negara meraka.

“Bicara mengenai partisipasi politik itu tidak hanya berarti yang berhubungan dengan pemilu. Banyak hal dalam keseharian yang berhubungan dengan keputusan-keputusan penting bagi perempuan. Misal, kesehatan reproduksi dan pilihan-pilihan masa depan. Itu bisa jadi isu politik, tidak hanya isu sosial. Oleh karena, itu penting bagi perempuan terutama perempuan muda untuk bersuara,” ujar Dini.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Abby Gina menyatakan bahwa partisipasi kaum muda dan perempuan dalam politik merupakan syarat dari demokrasi yang inklusif.

“Penting untuk memberikan perhatian dan penguatan bagi perempuan dari kelompok muda, sebab mereka kerap mengalami tantangan berlapis untuk memasuki dunia politik yang identik sebagai ruang yang maskulin. Mereka terpinggirkan karena gender dan usia yang masih muda,” ujarnya.

Dukungan politik yang seutuhnya bagi kaum muda perempuan hanya bisa dicapai melalui kolaborasi dari berbagai pihak. Tsamara Amany, politisi muda sekaligus pendiri gerakan @temansandar, mendorong agar lebih banyak ruang politik yang terbuka bagi partisipasi kaum muda, khususnya perempuan.

“Kita perlu mengikutsertakan kelompok muda dan perempuan dalam politik, untuk memastikan praktik politik kita benar-benar utuh dan setara,” sebutnya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement