Kamis 10 Aug 2023 23:25 WIB

Pakar UGM Ungkap Faktor Kurangnya Partisipasi Perempuan dalam Politik

Pakar UGM sebut pemilih perempuan tidak selalu memilih perempuan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Diskusi bertema
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Diskusi bertema

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Dosen Politik dan Pemerintahan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengungkapkan sejumlah faktor kurangnya partisipasi perempuan dalam politik. Faktor pertama kurangnya kemauan partai untuk mengusung perempuan sebagai calon legislatif. 

"Mengapa secara kuantitas masih sangat sedikit? Ada banyak hal. Kalau kita bicara aktor ini kaitannya dengan partai politik karena partai politik yang mencalonkan," kata Mada dalam diskusi bertema 'Perempuan dan Politik: Jejak, Peran, dan Strategi' di Auditorium Fisipol UGM, Kamis (10/8/2023).

Adanya kemauan dari partai politik untuk terus menaruh perhatian pada isu perempuan perlu terus didorong. Menurut dia, suara perempuan bisa menjadi media untuk mendorong concern partai politik pada isu-isu keterwakilan perempuan.

"Apalagi sekarang kan dalam tahapan menuju DCS, mungkin sudah agak terlambat kalau mau mendorong ini. tapi saya kira masih ada lah peluang," ucapnya.

Diskusi diawali peluncuran Kanal Suara Politik Perempuan: Seri Daerah Yogyakarta. Menurut Mada  kanal tersebut menjadi salah satu instrumen untuk mengadvokasi partai politik dalam rangka jelang pemilu untuk mengejar persentase keterwakilan perempuan di parlemen yang masih rendah. 

"Karena ya momentumnya sekarang," ungkapnya.   

Selain itu faktor lain rendahnya partisipasi perempuan dalam politik yakni lantaran pemilih perempuan tidak selalu memilih perempuan. Apalagi caleg perempuan kurang mengembangkan politik programatik, sehingga strategi yang dilakukan tidak banyak berbeda dengan laki-laki yang mengandalkan dinasti politik, politik uang dan seterusnya. 

"Karena politik perempuan mungkin bisa digunakan untuk menyasar para pemilih perempuan, selain tentu saja upaya untuk meningkatkan keterampilan politik perempuan, saya kira kanal ini bisa menjadi alternatif untuk meningkatkan keterampilan perempuan," kata Mada. 

Faktor yang ketiga, Mada juga menyoroti soal kualitas. Ia menilai para anggota legislatif yang terpilih belum banyak yang mengembangkan politik representasi yang lebih substansi. 

"Artinya mengadvokasi kebijakan publik yang lebih mengadvokasi kebijakan-kebijakan publik yang sensitif gender, misalnya kaitannya dengan isu sampah, itu bagaimana aleg yang perempuan mengaplikasi isu tersebut," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement