REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Penerapan inovasi teknologi tepat guna untuk penyelenggaraan kewirausahaan desa dinilai penting untuk meningkatkan produktivitas dan memberdayakan potensi desa. Pasalnya, hal itu akan berdampak pada penciptaan desa mandiri dan pengentasan desa tertinggal.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Marwan Jafar menyatakan, sebagai perguruan tinggi, Institut Teknologi Bandung (ITB) diharapkan bisa melakukan fungsi pemberdayaan desa. "Salah satu dengan membangun desa khususnya membangun kewirausahaan desa dan teknologi tepat guna untuk desa," ujar Marwan usai menandatangani MoU dengan ITB, Rabu (15/4).
Tujuan dari MoU itu adalah untuk meningkatkan kualitas kebijakan pengembangan kewirausahaan dan berbasis penelitian. "Dengan MoU ini juga diharapkan bisa mengoptimalkan potensi sumberdaya desa melalui penerapan teknologi tepat guna untuk kemandirian," kata politikus PKB tersebut.
Penerapan teknologi tepat guna, lanjut Marwan, bisa dikembangkan dengan berbagai macam model. Misalnya, bisa yang berkaitan dengan badan usaha milik desa (BUMDesa), sebagai salah satu program Kementerian Desa PDTT. Selain itu juga bisa dikembangkan inovasi tepat guna untuk meningkatkan produktivitas desa," ujarnya.
Marwan yakin, dengan adanya peran aktif dari perguruan tinggi, desa bisa dikembangkan lebih baik lagi. "ITB ini menjadi titik tolak awal dalam membangun pemahaman bersama bahwa perguruan tinggi dan pemerintah perlu bekerjasama untuk membangun desa," tandasnya.
Dia menjelaskan, saat ini sebanyak 185 kabupaten tertinggal, sangat membutuhkan perhatian serius. Tidak hanya pemerintah pusat dan daerah, tapi juga perguruan tinggi, usahawan, dan seluruh rakyat Indonesia harus ikut berpartisipasi menciptakan kesejahteraan bersama.
“Kalau kita keluar Jawa, dari Indonesia Timur akan sangat merasakan betul kebutuhan minimal dasar saja akan sangat kurang. Untuk memenuhi kebutuhan dasar, ketersedian makan sehari-hari, air bersih, itu masih sangat terasa."
Dia melanjutkan, hingga kini masih ada 48 kawasan transmigrasi dan ditargetkan akan berkurang 4 juta lebih selama lima tahun. Sekarang, sudah ada 3,5 juta hektare yang siap diolah untuk dijadikan lahan produktif.
“Kalau ada lulusan ITB dapat mengembangkan daerah perbatasan dengan potensi alam yang luar biasa. Kalau itu kita kembangkan bersama-sama melalui transmigrasi ini akan sangat membantu indonesia,” ujarnya.