Rabu 08 Apr 2015 07:54 WIB
Pencalonan BG Wakapolri

PSHK: Dilimpahkan ke Polri, Kasus BG Kental Konflik Kepentingan

Rep: C14/ Red: Bayu Hermawan
Budi Gunawan
Foto: Republika
Budi Gunawan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelimpahan kasus yang menjerat Komjen Budi Gunawan ke Polri dinilai akan semakin membuat penyelesaian kasus tersebut tidak jelas. Sebelumnya, kasus itu ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lalu, dilimpahkan kepada Kejaksaan, hingga akhirnya ke Kepolisian.

Keraguan itu disampaikan peneliti pada Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Miko Susanto Ginting. Menurut Miko, setidak-tidaknya konflik kepentingan akan terbuka lebar apabila Kepolisian menangani kasus Komjen (Pol) Budi Gunawan.

"Mengingat yang bersangkutan adalah seorang perwira tinggi aktif Kepolisian yang pernah dicalonkan sebagai Calon Kapolri," kata Miko Ginting Susanto dalam pesan singkat yang diterima Republika.

Miko melanjutkan, Kejaksaan seharusnya menjelaskan sejauh apa pengusutan kasus Komjen (Pol) Budi Gunawan. Apa yang telah dilakukan dan apa alasan dibalik pelimpahan kasus tersebut kepada Kepolisian.

"Dengan besarnya konflik kepentingan yang akan terjadi dan tidak transparannya pengusutan kasus Komjen (Pol) Budi Gunawan selama dilakukan Kejaksaan, maka pelimpahan kasus tersebut seharusnya dibatalkan," tegasnya.

Ia mendesak pimpinan KPK untuk segera menempuh upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) atas putusan praperadilan Komjen (Pol) Budi Gunawan. Putusan praperadilan tersebut merupakan dasar pelimpahan kasus ini dari penanganan KPK.

Miko menyatakan, pihaknya meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak mengangkat Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Wakapolri maupun jabatan-jabatan lainnya di institusi penegak hukum tersebut.

"Pengangkatan Komjen (Pol) Budi Gunawan yang proses hukumnya masih berjalan bertentangan dengan moralitas hukum," ujarnya.

Pasal 1 angka 6 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menyatakan, salah satu asas umum pemerintahan yang baik, norma kepatutan.

Itu menjadi kewajiban bagi penyelenggara negara untuk mewujudkannya, sesuai dengan Pasal 8 ayat (2) huruf b UU No. 30 Tahun 2004 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Presiden Joko Widodo bertanggungjawab terhadap pembenahan dan reformasi kepolisian. Reformasi Kepolisian akan berhasil dengan dimulai dari memilih pimpinan yang tidak diragukan integritasnya," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement