REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai tidak mempunyai pilihan independen dalam menentukan posisi Komjen Pol Budi Gunawan (BG) sebagai wakapolri. Keputusannya disebut-sebut merupakan kompromi yang ia lakukan bersama dengan partai pengusungnya yang juga mengusung BG menjadi calon tunggal Kapolri.
“BG dulu didukung oleh partai pendukung Jokowi, bahkan DPR semua fraksi juga mendukung, sehingga sekarang ada kesepakatan, Badroddin tidak diganggu dan Budi Gunawan dijadikan wakapolri,” ujar pengamat politik Lembaga Ilmi Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indira Samego, saat dihubungi Republika, Selasa (7/4).
Menurutnya, sebagai Presiden, Jokowi seharusnya memiliki hak prerogatif untuk menentukan jabatan-jabatan strategis di Polri. Namun, karena ada kekuatan partai, Jokowi sulit memilih secara independen.
“Sekarang Mega kecewa karena BG tak menjadi Kapolri, tapi masih ada celah masuk yang ternyata didukung fraksi, yaitu menjadi wakapolri,” kata dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi memutuskan untuk membatalkan BG untuk menjadi Kapolri pada Rabu (18/2). Pembatalan tersebut buntut dari keributan politik dan hukum menyangkut KPK dan Polri. Namun belakangan, Presiden mengatakan akan memberikan jabatan strategis sebagai kompensasi dari pembatalan tersebut.
Meski presiden tak menjelaskan dengan rinci jabatan strategis yang dimaksud. Tetapi, Mabes Polri mengabarkan memasukkan nama BG sebagai calon Wakapolri. Memang, jika mengacu persyaratan, kepangkatan BG di kesatuan, tentunya akan tanpa hambatan menduduki jabatan tersebut.