REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat selama setahun berjalan, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan belum seluruhnya menjawab persoalan kesehatan masyarakat. Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan baru 80 persen persoalan sesuai peruntukannnya, sementara 20 persennya belum menjawab secara sistemik.
Menurutnya, hal ini terjadi karena di awal kehadirannya sosialisasi BPJS Kesehatan kepada masyarakat belum maksimal.
"Sistem BPJS ini harusnya memang diapresiasi, tapi di awal ini terjadi keterkejutan budaya dan sistem, belum ada sosialisasi, sehingga belum begitu siap," kata Tulus di Jakarta, Ahad (5/4).
Ia mengatakan belum terinformasikan dengan baiknya BPJS Kesehatan, juga ditambah dengan kurang siapnya sistem, membuat pada pelaksanaannya belum maksimal. Untuk itu Tulus menilai harus ada perubahan dalam pelayanan di BPJS.
Selain itu laporan yang masuk ke YLKI terkait pelaksanaan BPJS Kesehatan lebih banyak terkait dengan penolakan pasien di rumah sakit. Tulus mengharapkan perubahan dilakukan termasuk dengan menambah premi terhadap rumah sakit.
"Agar tidak ada lagi kasus pasien ditolak," ujarnya.
Sementara terkait penambahan pelayanan BPJS Kesehatan, Tulus mengatakan jangan sampai membebani pasien. Penambahan kualitas seperti penambahan jumlah rumah sakit yang mengkaver BPJS kesehatan dan penyebaran dokter secara merata harus dilakukan oleh Pemerintah.
"Pemerintah harus menetapkan kebijakan fiskal yang kuat, pemerintah bisa menaikkan iuran tanpa membebani masyarakat atau pasien," katanya.