Kamis 02 Apr 2015 11:35 WIB

'Sekian Klub Malam dan Spa di Jakarta, Pajak Hiburan Cuma Rp 1 Triliun?'

 Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menggelar rapat klarifikasi guna mengesahkan Rancangan Peraturan Gubernur tentang APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2015 di Gedung F Kemendagri Jakarta, Kamis (2/4).

Rapat yang dipimpin Direktur Jenderal Keuangan Daerah Reydonnizar Moenek tersebut dihadiri Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi. Rapat klarifikasi diselengggarakan setelah dilakukan evaluasi tehadap Ranpergub oleh tim dari Ditjen Keuda.

"Makna evaluasi adalah bahwa yang disampaikan dalam Ranpergub itu tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, tidak bertentangan dengan kepentingan umum, serta untuk mengetahui apakah anggaran DKI benar-benar efektif dan efisien," kata Reydonnizar.

Dalam rapat tersebut dipaparkan hasil evaluasi yang menunjukkan sejumlah kejanggalan menurut Kemendagri. Salah satu yang dipertanyakan Reydonnizar adalah angka pajak hiburan yang hanya Rp 1 triliun, tidak kurang dan tidak lebih.

"Pak Gubernur, masa kini pajak hiburan cuma Rp 1 triliun, sekian klub malam dan sekian spa di Jakarta kok cuma segini. Mana bener ini pajak hiburan cuma Rp 1 triliun?" tanya Dirjen.

Pertanyaan tersebut kemudian ditanggapi secara spontan oleh Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi. "Mungkin kalau ada komanya masih masuk akal ya," kata Prasetyo.

Selain itu, Kemendagri juga menemukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih menarik pajak retribusi yang menurut Reydonnizar itu menyalahi peraturan. Akibat tidak adanya kesepakatan antara Pemda dan DPRD DKI Jakarta dalam pembahasan Ranperda tentang APBD DKI Jakarta 2015, maka Gubernur DKI Jakarta menyusun Rancangan Pergub tentang APBD 2015 yang di dalamnya memuat pagu anggaran tahun 2014.

Terkait hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengingatkan Gubernur DKI dan pimpinan DPRD terkait konsekuensi penggunaan peraturan gubernur dalam penetapan APBD.

"Menurut UU harus pakai perda, tapi kalau terpaksa ditolak maka pakai pergub. Bahayanya pergub adalah harus mengikuti yang lama (APBD 2014), artinya tidak ada kenaikan dan tidak bisa pergub terus karena nanti APBD itu bisa konstan," kata Wapres.

Jika APBD DKI Jakarta konstan, lanjut Kalla, maka tidak akan ada kemajuan pelayanan pemerintahan di daerah tersebut. Hal itu tentu akan berpengaruh mengingat persoalan di Jakarta begitu kompleks, mulai dari macet dan banjir.

"Kalau konstan berarti tidak ada kemajuan di Jakarta, stagnan. Apalagi menghadapi banjir, jalan rusak," tambahnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement