Rabu 01 Apr 2015 02:19 WIB

Ini Alasan Direktur KPK Diperiksa Bareskrim Soal Payment Gateway

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bayu Hermawan
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana (tengah) bersama tim penasehat hukumnya menjawab pertanyaan wartawan sebelum memasuki gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (12/3).
Foto: Antara/Reno Esnir
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana (tengah) bersama tim penasehat hukumnya menjawab pertanyaan wartawan sebelum memasuki gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (12/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK Eko Marjono telah diperiksa Bareskrim Mabes Polri.

Dia dimintai keterangan sebagai saksi untuk tersangka Denny Indrayana lantaran ikut dalam pertemuan terkait sosialisasi payment gateway yang dilakukan di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

"Pak Eko salah satu undangan yang ikut dalam pertemuan yang membahas sosialisasi itu, pertemuannya sebelum peluncuran payment gateway sekitar Juni 2014," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Selasa (31/3).

Priharsa mengatakan, dalam pertemuan itu Eko ditanya seputar pendapatnya terkait program paspor elektronik tersebut. Saat memberikan paparan, pejabat struktural KPK itu menyampaikan tanggapan bahwa program yang baru pertama kali itu harus diperhatikan aspek hukumnya.

Eko, kata dia, juga dikonfirmasi tentang kebenaran notulensi dalam pertemuan tersebut. Eko Marjono merupakan salah satu undangan yang diminta untuk memberi pemaparan dalam pertemuan tersebut.

Selain pihak KPK, pertemuan tersebut juga dihadiri perwakilan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan) serta dari Bank Indonesia.

Sementara itu, pelaksana tugas (plt) Ketua KPK Taufiequrrahman Ruki mengatakan, Bareskrim sebelumnya meminta izin untuk memeriksa Eko sebagai saksi dalam kasus yang menersangkakan mantan wakil menteri Hukum dan HAM tersebut. Penyidik meminta konfirmasi kepada Eko terkait isi pertemuan tersebut.

"Intinya dia (Eko) bilang hati-hati karena ini memiliki peluang dan kerawanan untuk penyalahgunaan wewenang," ujar purnawirawan jenderal bintang dua kepolisian ini.

Sebelumnya, Mabes Polri menyatakan bahwa lembaga antikorupsi itu sudah memperingatkan Denny perihal proyek tersebut.

KPK bahkan disebut sudah memberi rekomendasi bahwa proyek tersebut beresiko hukum. Namun, Polri enggan menjelaskan lebih detail terkait rekomendasi yang dimaksud. Sebab, hal itu dinilai sudah masuk dalam materi penyidikan.

Seperti diketahui, Denny telah resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri atas dugaan kasus payment gateway pada 24 Maret 2015. Mantan staff khusus presiden SBY itu telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Jumat (27/3).

Payment gateway merupakan program pembuatan paspor elektronik di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham. Proyek ini dimaksudkan untuk mempercepat proses dan mencegah praktek pungli. Penyidik Bareskrim mengatakan ada kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 32,4 miliar.

Dalam perkara tersebut, Denny disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement