Jumat 27 Mar 2015 10:38 WIB

Dewan Pers: Tak Apa-Apa Berita Diambil dari Twitter

Ketua Dewan Pers Bagir Manan.
Foto: Republika/Wihdan
Ketua Dewan Pers Bagir Manan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat Twitter berulang tahun ke-9 pada 21 Maret 2015, media sosial populer itu memposting 10 cuitan penggunanya yang mengubah dunia selama sembilan tahun terakhir.

Salah satu cuitan tersebut mengenai penerbangan The US Airways yang mendarat darurat di Sungai Hudson, New York, pada 2009. Peristiwa tersebut pertama kali dilaporkan oleh pengguna akun @jkrums yang kemudian tersebar sehingga menarik media pers.

Twitter juga menunjukkan pengguna @ReallyVirtual yang menginformasikan penyerbuan markas Osama Bin Laden terlebih dulu daripada media mainstream mengabarkannya ke dunia.

Kecepatan cuitan Twitter atau media sosial lain dalam mengabarkan informasi memang sudah terbukti selama ini sehingga menarik pers menjadikannya sebagai acuan untuk memantau peristiwa-peristiwa penting.

Tokoh-tokoh ternama pun tidak sedikit yang menggunakan media sosial untuk menginformasikan hal penting kepada khalayak.

Misalnya mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang aktif memposting di media sosial Twitter dengan akun @SBYudhoyono mengenai pandangannya pada isu politik terkini atau sekadar imbauan kepada follower-nya.

Tak jarang, cuitan SBY itu langsung menjadi bahan berita oleh media mainstream yang mengutip pernyataan dari media sosial tersebut.

Menanggapi tren media sosial menjadi acuan berita oleh pers, Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan media sosial merupakan gejala dunia yang perkembangannya sangat cepat dan tidak dapat dihindari pengaruhnya pada dunia jurnalistik.

Bagir Manan mengatakan fenomena pers mengambil pernyataan seorang tokoh dalam media sosial untuk dijadikan berita tidak menjadi soal.

"Memang sekarang pers menjurusnya ke media sosial, kadang-kadang mengambil di media sosial. Tidak apa-apa berita diambil dari media sosial, selama tidak ada orang yang mengeluh," kata Bagir.

Meski memberi lampu hijau, ia menekankan terdapat beberapa syarat yang mengikutinya. Pertama, pers harus melakukan pengecekan untuk memastikan akun yang dikutip merupakan akun resmi tokoh. Kedua, melakukan verifikasi setelah membuat berita dari media sosial untuk memastikan kebenaran dari informasi tersebut.

"Pers harus melakukan kewajiban pers, jadi mempunyai kewajiban verifikasi dan cover both side ketika mengambil informasi dari Twitter misalnya," tutur dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement