Kamis 26 Mar 2015 18:17 WIB

Nelayan Melayu Ini Perjuangkan Tanah Kelahirannya

Kawasan Batam Pulau Galang.
Foto: Flickr.
Kawasan Batam Pulau Galang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi menuntut diterbitkannya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah bagi warga yang tergabung dalam Himpunan Masyarakat Adat Pulau-Pulau Rempang Galang (Himad Purelang) terus bergulir hingga memasuki hari kelima. Dengan membawa sound system 5 ribu watt, mereka memutar lagu ciptaan Iwan Fals dari atas mobil minibus di depan kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN.

"Saat berunjuk rasa didepan kantor Pak Menteri Ferry saya baru memahami makna lagu tersebut yang syairnya kurang lebih menggambarkan penggerogot kepentingan orang banyak," ujar anggota Pengawas Himad Purelang, Rani dalam keteranganya, Jakarta, Kamis (26/3).

Pria berdarah Melayu kelahiran Tanjung Kalingking 1959 silam terus berjuang agar sertifikat tanah tersebut bisa segera diterbitkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN Ferry Mursyidan Baldan. Pasalnya, sejak tahun 1993 saat presiden Soeharto berkuasa, hak pengelolaan lahan (HPL) diserahkan ke Otorita Batam (OB) yang sekarang menjadi BP Batam).

"Pak Soeharto mengeluarkan sebuah keputusan presiden (Keppres). Itu untuk menambahi HPL mereka di atas Pulau Batam. Itulah awal masalah yang menimpa kami," ucap dia.

Rani yang bekerja sebagai nelayan di rangkaian Pulau-Pulau Rempang Galang, Kota Batam, Kepri itu mengatakan, perjuangannya dan warga lainnya dari berbagai lapisan suku dan agama di wilayah tersebut untuk memberi gambaran bagaimana memperjuangkan tanah kelahiran mereka yang menjadi bermasalah.

"Akar masalah itu yang ingin kami sampaikan kepada Pak Ferry. Kami yang mengalami fakta tersebut sehingga sangat wajar rasa hati untuk terus meneriakkan kondisi yang kami alami ini. Kami sudah tidak bisa lagi mentolerir panjangnya waktu atas penderitaan tersebut," ujar Rani.

Rani yang menetap di Pulau Seraya, di belakang Pulau Akar sejak tahun 1939 saat wilayah itu masih bagian dari Keresidenan Bintan Selatan dan pada 2003 menjadi bagian dari Kota Batam itu mengaku, kalaupun saat ini ada berbagai aturan dari pemerintah atau kementerian lain terkait tanah garapan, seharusnya aturan itu bukan malah untuk merampas hak warga.

"Seharusnya, kami sedari awal berharap agar kalaupun ada aturan dari unsur pemerintahan di luar Kementerian Agraria yang menghalang-halangi pemerolehan hak kami, seharusnya kementerian pak Ferry menjadi garda terdepan dong untuk membantu kami menghadapi aturan yang tidak adil itu," harapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement