REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Rikwanto mengatakan pengadaan uninterruptible power suply (UPS) dalam APBD Perubahan 2014 digagas DPRD, Dinas Pendidikan DKI, dan pengusaha yang menjadi distributor.
"Di situ (pembahasan APBD-P 2014) masuklah program UPS yang digagas oleh lembaga legislatif, eksekutif dan distributor atau pengusaha," kata Rikwanto di Mabes Polri, Rabu (25/3).
Rikwanto menjelaskan lembaga legislatif ialah sejumlah anggota DPRD di Komisi Pendidikan. Sedangkan lembaga eksekutif dari Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat. Sementara distributor adalah pengusaha yang mendistribusikan unit UPS dari 35 PT dan CV.
Ketiganya, kata Rikwanto, berkolaborasi mengusulkan agar pengadaan UPS dimasukan dalam APBD-P dalam pembahasan pada Desember 2014 lalu. "Mereka ini yang membangun skema, berkolaborasi memasukan UPS senilai Rp 300 miliar untuk sekolah-sekolah di Jakarta Pusat dan Jakarta Barat," kata dia.
Setelah program pengadaan UPS berhasil dimasukan dalam APBD-P 2014 kemudian proses pengadaan berjalan lancar pada Januari 2015. "Namun dalam audit ada penggelembungan harga dan ada yang menyalahi ketentuan," kata Rikwanto.
Ia mengatakan, hasil audit tim penyidik bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat, kerugian negara dari dugaan korupsi proyek UPS tersebut sebesar Rp 50 miliar. Menurutnya, kerugian masih akan terus bertambah seiring jalannya pemeriksaan.
Namun, hingga kini polisi belum menetapkan satu pun tersangka terkait kasus tersebut. Penyidik masih mengkaji berkas perkara yang dilimpahkan oleh Polda Metro Jaya ke Mabes Polri. Hingga kini polisi masih mendalami penyelidikan tentang aliran dana yang mengalir dari hasil penggelembungan dana pengadaan UPS tersebut.