Rabu 25 Mar 2015 14:20 WIB

Wacana Penghapusan PBB Dikritik Masyarakat Adat

Ferry Mursyidan Baldan
Foto: Antara/Widodo S. Jusuf
Ferry Mursyidan Baldan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana penghapusan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilontarkan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN dikritik sejumlah kalangan. Salah satu yang mengkritik adalah Himpunan Masyarakat Adat Pulau-pulau Rempang Galang (Himad Pulerang), Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Himad Pulerang mempertanyakan kutipan yang seharusnya menjadi hak pemerintah daerah untuk sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), berencana dihapus Kementerian Agraria dan Tata Ruang. "Tanpa punya sertifikat, PBB itu sudah terbit lebih dahulu," kata Rani, anggota Himad Pulerang kepada wartawan, Rabu (25/3).

Ia menyarankan sebaiknya Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN, Ferry Mursida Baldan memfokuskan diri mengurusi hal-hal yang terkait dengan kepemilikan atau sertifikat tanah. "Jangan sepertinya memberi angin surga kepada masyarakat. Padahal itu tidak menjadi esensi tugas pokok dan fungsinya sebagai Menteri," sebut Rani.

Bagi kami, kata RAni, warga dirangkaian pulau-pulau Rempang Galang, khususnya di kota Batam bukan hanya membayar PBB. Pembayaran lain terkait tanah kami yakni uang wajib tahunan otorita (UWTO) juga kami bayar.

"Kami dua kali membayar pajak kepada pemerintah yakni PBB kepada Pemko Batam dan UWTO kepada BP Batam. Dan itu tidak masalah," ujarnya.

Rani menyatakan, warga menginginkan Ferry memberikan sertifikat hak milik (SHM) terhadap seluruh tanah dirangkaian pulau-pulau Rempang Galang yang sudah didaftarkan sejak 2008 ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

"Bagi kami, PBB tidak usah dicabut asal masyarakat mendapatkan satu prestasi yang baik dari pemerintah, jika dengan konsisten membayarnya kepada negara," imbuh dia.

Untuk itu, ia meminta Ferry tidak mengeluarkan wacana di luar kewenangannya. "Cukup dia mengerjakan agar ada kepastian dan keadilan hukum terkait dengan sertifikat tanah di negara ini. Khususnya bagi kami masyarakat yang tergabung didalam Himad Purelang yang sudah mendaftarkan tanah negara itu agar dilekatkan SHM," ujar dia.

"Itu adalah kewajiban dari kinerjanya yang sesungguhnya dan justru itu yang terutama."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement