Senin 23 Mar 2015 18:41 WIB

50 Persen IKM Produk Kayu di DIY Belum Bersertifikat

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Djibril Muhammad
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Proyeksi Ekspor Kayu dan Produk Kayu: Pekerja mengangkut kayu di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Kamis (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Industri Kecil Menengah (IKM) produk kayu di DIY ada 56 unit dan yang sudah mendapat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) baru 28 unit (sekitar 50 persen).

Karena itu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Dinas Kehutanan DIY dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY mendorong agar 28 IKM selama enam bulan terakhir memiliki SVLK.

Hal itu dikemukakan Dirjen Bina Usaha Kehutanan Bambang Hendroyono pada acara Rapat Koordinasi Percepatan Pelaksanaan SVLK bagi IKM dan IUIPHHK (Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu) kapasitas sampai dengan 6000 meter persegi/ tahun dan Penandatangan Deklarasi Bersama Percepatan Pelaksanaan SVLK di DIY, di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, Senin (23/3).

Kepala Dinas Kehutanan DIY Sutarto mengatakan IUIPHHK di DIY ada 31 unit dan yang sudah sertifikasi SVLK baru empat unit.

Sebagian besar di antara mereka adalah usaha penggergajian kayu di bawah 2000 meter kubik. Sedangkan ILM Mebel di DIY ada 56 unit dan yang sudah sertifikasi SVLK sebanyak 28 unit.

Menurut dia, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memfasilitasi kegiatan pelaksanaan sertifikasi termasuk pendampingan dalam rangka persiapan sertifikasi SVLK bagi IKM mebel.

Pembiayaan pendampingan, sertifikasi dan penilikan pertama tersebut akan ditanggung oleh Pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan maupun Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perdagangan serta Multistakeholder Forestry Programme 3.

Persyaratan bagi IKM kayu yang dibiayai dalam memperoleh SVLK harus secara berkelompok. Menurut Staf Databese Usaha Kerajinan dan Mebel PT Hendyfill Retno Purwanti, yang menjadi kendala misalnya harus mendapat izin mendirikan bangunan, padahal hanya menyewa. Kalau biaya sendiri untuk mendapatkan sertifikat Legalitas Kayu  bisa mencapai Rp 22 juta.

"Memang kalau pengurusan  SVLK secara berkelompok bisa gratis, tetapi apabila salah satu anggota kelompok ada persyaratan yang belum terpenuhi maka akan menggugurkan semua," ujarnya.

Dikatakan Retno, selama ini sebelum mempunyai  SVLK, perusahaannya bila melakukan ekspor menggunakan DE (Deklarasi Ekspor). Namun kalau dengan DE, tidak bisa ekspor ke Australia dan beberapa negara Eropa.

Lebih lanjut Bambang mengatakan SVLK diberlakukan secara penuh sejak 1 Januari 2015. Tujuan penerapan SVLK adalah pemberantasan illegal logging dan illegal trading, perbaikan tata kelola usaha produk industri kehutanan, kepastian jaminan legalitas kayu, meningkatkan martabat bangsa dan promosi kayu legal yang berasal dari sumber yang lestari.

Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X dalam sambutannya yang dibacakan Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Riyadi Ida Bagus Salyo Subali mengatakan dengan adanya SVLK akan memastikan produk kayu dan bahan bakunya dapat diperoleh atau berasal dari sumber  yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement