Sabtu 14 Mar 2015 14:22 WIB

2014 Disebut Banyak Istri Menggugat Suami

Rep: C15/ Red: Satya Festiani
KDRT (ilustrasi)
Foto: Foto : Mardiah
KDRT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan mencatat, 2014 menjadi tahun dimana tingginya jumlah cerai gugat yang dilayangkan oleh pihak perempuan. Sayangnya, kenyataan ini malah kerap dianggap perempuan sebagai penyebab keretakan rumah tangga.

Padahal gugat cerai juga bisa dilihat sebagai bentuk keberanian perempuan untuk berani berkeputusan dari situasi kekerasan. Tingginya gugat cerai juga harus dicermati, karena gugat cerai juga kerap didorong oleh suami, agar proses lebih cepat, murah dan pasca perceraian, segala masalah dan tanggung jawab suami-istri dianggap selesai. Mekanisme ini melahirkan impunitas bagi pelaku kekerasan dan menutup peluang korban untuk mendapatkan keadilan.

Dari sumber data yang dihimpun Komnas Perempuan ditemukan bahwa penyebab perceraian akibat kekerasan psikis yang mencapai persentase 47 persen mencakup: poligami tidak sehat, krisis akhlak, cemburu, kawin paksa, kawin di bawah umur, kekejaman mental, dihukum, politis, gangguan pihak ketiga, tidak ada keharmonisan. Sedangkan kekerasan ekonomi (46 persen) mencakup masalah ekonomi dan tidak tanggung jawab. Juga kekerasan fisik (3 persen) mencakup kekejaman jasmani dan cacat biologis.

Meskipun data PA tidak memunculkan kategori kekerasan seksual, namun jika dicermati lebih dalam sejumlah kategori dapat mencakup kekerasan seksual, seperti tidak ada keharmonisan, kawin paksa, kawin di bawah umur, poligami tidak sehat dan data lain-lain.

Institusi perkawinan belum menjadi tempat yang aman bagi perempuan yang dicirikan dengan tingginya kasus kekerasan terhadap istri. Banyak perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga mencari jalan keluar dari kekerasan yang dialaminya melalui perceraian. Sayangnya perceraian melalui pengadilan agama, tidak menyoal dan mengadili aspek pidana atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami.

Apalagi tindak kekerasan psikis, sering sulit disoal dan dibuktikan dalam ranah pidana. Sehingga perempuan korban, kerap menyelesaikan kekerasan dengan solusi perceraian sebagai upaya keluar dari jerat kekerasan dalam rumah tangga. "Disinilah impunitas semakin menguat, karena pelaku bebas dari jerat pidana," ujar Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amirudin melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (14/3).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement