Rabu 11 Mar 2015 09:10 WIB

Dihalangi Keluarga, KPK Batal Sita Mobil Sutan Bhatoegana

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Bayu Hermawan
Sutan Ditahan. Politikus Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menggunakan rompi tahanan keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/2).r
Foto: Republika/ Wihdan
Sutan Ditahan. Politikus Partai Demokrat Sutan Bhatoegana menggunakan rompi tahanan keluar dari Gedung KPK, Jakarta, Senin (2/2).r

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) batal menyita mobil Toyota Alphard milik tersangka dugaan korupsi Sutan Bhatoegana. Penyitaan itu gagal karena keluarga Sutan menghalang-halangi saat penyidik akan mengambilnya.

"Jadi kemarin ada upaya penyitaan tapi tidak jadi karena dihalang-halangi oleh pihak keluarga," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, Rabu (11/3).

Ia menjelaskan, penyidik datang ke rumah Sutan di Bogor, Jawa Barat tanpa pengamanan. Saat akan menyita mobil milik politikus Partai Demokrat itu, keluarga enggan memberikan kuncinya. Sehingga penyidik terpaksa balik dengan tangan hampa.

KPK biasanya menyita harta milik tersangka jika dijerat dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, Sutan sejauh ini belum dikenai pasal TPP. Menurut Priharsa, penyitaan mobil ini tidak berkaitan dengan TPPU.

"Itu (penyitaan mobil) berkaitan dengan peristiwa pidana," ujarnya.

Seperti diketahui, mantan Ketua Komisi VII DPR itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) di Kementerian ESDM tahun 2013.

Penetapan Sutan sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan kasus suap SKK Migas yang menjerat mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.

Dalam amar putusan 29 April lalu, majelis hakim menyebut Rudi pernah menyerahkan 200.000 dollar AS kepada Ketua Komisi VII DPR saat itu, Sutan Bhatoegana.

Sutan diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Penetapan Sutan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi VII DPR RI periode 2009-2014.

Politikus yang dikenal dengan perkataan 'ngeri-ngeri sedap' itu juga telah mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan tersangkanya. Ia meyakini, penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement