REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komis IX DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rieke Diah Pitaloka mengatakan agar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas), dibutuhkan kesepakatan dari DPR dan pemerintah.
"Semua anggota Komisi IX DPR juga mendorong supaya RUU PPRT masuk menjadi prolegnas dan prolegnas prioritas. Tetapi, untuk masuk prolegnas dan prolegnas prioritas itu kan harus terjadi kesepakatan antara pemerintah dan DPR," ujarnya kepada Republika, Selasa (10/3).
Namun, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang mewakili pemerintah ternyata tidak menyetujui RUU ini. Kemenaker di era pemerintahan Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri tidak menginisiatif RUU ini menjadi prolegnas.
Akibatnya, RUU ini tidak bisa diagendakan. Ia menyontohkan, kasus RUU ini sama seperti RUU Otonomi Papua. Ketika DPR setuju, namun pemerintah tidak satu suara sehingga RUU ini tidak sepakat menjadi prolegnas.
"Padahal, PRT kita sudah menjadi korban kekerasan seperti di Depok, Bogor," katanya.
Disinggung mengenai pernyataan Kemenaker mengenai bahwa hanya DPR yang bisa mengajukan RUU PPRT ke dalam prolegnas karena memiliki hak inisiatif, Rieke membantahnya.
"Itu sesat logika hukum, silahkan dibaca undang-undang (UU) nya. Dalam UU itu dinyatakan bahwa RUU ke prolegnas bisa diusulkan pemerintah, DPR, hingga masyarakat," tegasnya.
Meski demikian, ia mengapresiasi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 2 tahun 2015 tentang perlindungan PRT karena dapat mengisi kekosongan hukum.
"Untuk sementara permenaker ini baik, namun bukan berarti UU Perlindungan PRT ini tidak ada. Permenaker ini payung hukumnya apa?," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Kemenaker Indonesia menegaskan bahwa Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan PRT merupakan komitmen pemerintah untuk melindungi PRT.
Kasubdit Tenaga Kerja Mandiri Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenaker Nora Kartika S mengatakan, Kemenaker sejauh ini berupaya melindungi PRT dan diwujudkan dengan Permenaker.
"Permenaker itu juga mengadopsi isi Konvensi ILO 189 jika dikaji lebih lanjut," ucapnya.
Karena hadirnya Permenaker ini, ia menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menegur Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri karena lancang telah menerbitkannya.
Disinggung mengenai desakan supaya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) disahkan, ia mengaku bahwa itu adalah kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Hal ini karena sejak tahun 2006, DPR memiliki hak inisiatif untuk mengajukan RUU dalam program legislasi nasional (prolegnas). Sehingga, Kemenaker tidak bisa mengintervensi DPR untuk mengesahkan RUU itu.
Selain menerbitkan Permenaker, saat ini Kemenaker juga tengah menyusun guideline untuk PRT karena terdiri dari bermacam-macam jenis dan tugas. Kemenaker juga tengah membuat clustering PRT.
"Mulai dari housekeeper hingga housemate dengan level (grading) tertentu," katanya.
Clustering itu ditegaskannya penting karena paham konsep PRT yang berbeda-beda. Sebanyak 507 orang yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Nasional Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) hingga serikat buruh melakukan aksi mogok makan karena RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga tidak segera disahkan.