Selasa 10 Mar 2015 06:42 WIB
Kasus nenek dituduh mencuri kayu

Nenek Curi Kayu dan Disidang, Pengacara: Orang Tua Dizalimi

Polisi amankan kayu hasil curian.
Foto: Antara
Polisi amankan kayu hasil curian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum nenek Asyani (63), Supriyono mempertanyakan motif aparat penegak hukum yang memproses kliennya. Dengan tuduhan mencuri batang kayu di lahan milik Perum Perhutan, polisi melimpahkan berkas ke jaksa hingga sampai proses di Pengadilan Situbondo.

"Ini aparat tak bisa sewenang-wenang. Ini orang tua masih dizalimi seperti itu. Mau dipenjara itu hukum dalam rangka apa?" ujar Supriyono ketika dihubungi Republika, Senin (9/3) malam WIB. (Baca: Dituding Curi Kayu, Nenek di Situbono Dipenjara dan Disidang)

Asyani alias Bu Muaris, warga Dusun Secangan, Desa/Kecamatan Jatibanteng, Kabupaten Situbondo, harus menerima nasib buruk. Memasuki usia tua, bukannya menikmati hidup, ia harus berurusan dengan aparat berwajib. Itu setelah ia dituding mencuri kayu milik Perum Perhutani.

Atas kasus yang menimpanya itu, Asyani sudah menjalani sidang kedua di Pengadilan Negeri Situbondo pada Senin (9/3). Pun sejak 15 Desember lalu, kata kuasa hukum Supriyono, kliennya sudah dipenjarakan pihak berwajib. Selain terdakwa Asyani, kasus itu menyeret menantunya bernama Ruslan (23), tukang kayu Cipto (43), dan pengemudi pick up Abdus Salam (23).

Supriyono heran dengan aparat yang semangat ingin memenjarakan perempuan berusia lanjut. Padahal, tujuan orang dipenjara itu adalah untuk mendidik agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Belum lagi, unsur pidana yang dibebankan ke kliennya sangat janggal. "Ini orang berusia 63 tahun mau dipenjara? Mau dijerakan kaya apa? Bukan jera yang dicari, tapi balas dendam," katanya.

Sebelumnya, Supriyono menyatakan, kasus tersebut berlanjut ke pengadilan lantaran ada pesanan dari pihak tertentu. "Karena yang melaporkan itu Perhutani, lembaga milik pemerintah. Ini menurut kami dipaksakan, ini kriminalisasi," ujar Supriyono.

Dia mengaku mau membantu Asyani dengan pertimbangan kasihan melihat ketidakadilan tersebut. Pasalnya, ia merasa janggal melihat kasus itu. "Kalau bicara uang, ini jangankan serupiah, setengah rupiah pun kami haram menerima. Kami berbicara kemanusiaan. Untuk makan saja nenek Asyani kurang," kata Supriyono.

Dia menjelaskan kronologis perkara hingga nenek Asyani harus berurusan dengan pengadilan. Menurut dia, suami Asyani, sekitar lima tahun lalu menebang kayu di lahan milik sendiri. Tujuh batang kayu jati yang ditebang suaminya itu disimpan di rumah Asyani. Dua tahun lalu, suami nenek ini meninggal.

Saat ini, lahan itu bukan lagi milik Asyani karena sudah laku dibeli seseorang. Singkat cerita, sang nenek berniat menggunakan batang kayu tersebut untuk bahan membuat kursi.

Kemudian, Ruslan Asyani memindah kayu dari rumah untuk diangkut ke rumah Cipto. Bonggol kayu berdiameter 15 centimeter dan panjang 1,5 meter itu diangkut dengan pick up yang disopiri Abdus Salam.

Namun, sesampainya di rumah tukang kayu, kayu itu ditumpuk. Sesudah itu, petugas Perhutani menuding keberadaan kayu tersebut ilegal, sehingga harus diamankan. Perhutani juga bertindak jauh dengan melaporkan kejadian itu kepolisian dengan tuduhan pencurian.

"Kasus ini cuma dipaksakan seolah-olah kayu itu dari Perhutani, padahal di lahan sendiri. Kita bisa buktikan ada keterangan kepala desa, kayu itu diambil dari lahan sendiri," kata Supriyono.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement