Selasa 10 Mar 2015 00:36 WIB

Eksekusi Mati Ditunda, Bisa Jadi Barter Tahanan

Rep: C67/ Red: Erik Purnama Putra
Polisi menjaga ketat duo terpidana mati Bali Nine.
Foto: Antara
Polisi menjaga ketat duo terpidana mati Bali Nine.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum internasional Teuku Rezasyah mengatakan, penundaan eksekusi terpidana mati hanya akan mengakibatkan tekanan semakin gencar terutama dari pemerintah Australia. Karena itu, Teuku menyayangkan eksekusi ditunda, dan semestinya segera dilaksanakan.

Menurut Teuku, dampak terbesar dari ditundanya eksekusi mati yaitu tekanan dari Australia. Misalnya, negeri Kanguru tersebut bisa mengurangi bantuan kepada Indonesia dan menghambat investor Australia untuk masuk ke Indonesia.

"Dampak ini yang perlu diperhatikan," ujar dosen President University tersebut saat dihubungi Republika, Senin (9/3) Disamping itu, Teuku menilai ditundanya eksekusi juga mengurangi kredibilatas hukum di Indonesia. Hukum Indonesia akan dianggap remeh oleh negara luar.

Atas dasar itu, ia menyarakan, ketika hakim sudah memvonis seseorang dengan hukuman mati, dan kasasi serta grasi sudah dilakukan, tidak perlu lagi menunggu untuk mengeksekusi mati. Pasalnya, kejadian seperti itu memunculkan kesan Indonesia membuka forum dialog dengan negara asal terpidana.

"Dan bisa jadi terjadi barter seperti yang ditawarkan Australia," ujar Teuku. Kendati demikian, Teuku menilai persiapan eksekusi memang perlu dilakukan secara maksimal. Termasuk persoalan adminitrasi dari para terpidana.

Beberapa terpidana mati, termasuk duo Bali Nine sudah dibawa petugas ke Lapas Nusakambangan. Hanya saja, pelaksanaan eksekusi mati hingga kini tak kunjung dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement