REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 26 tahun 2015 yang mengubah Unit Staf Kepresidenan menjadi Kantor Staf Presiden. Perubahan ini juga dilakukan dengan menambah kewenangan lembaga yang dipimpin Luhut Panjaitan tersebut.
Dikeluarkannya Perpres hanya dilakukan selang beberapa bulan setelah penerbitan Peraturan Presiden Nomor 190 tahun 2014 yang mengatur Unit Staf Kepresidenan. Wakil Presiden Jusuf Kalla, pun mengatakan dirinya tak dilibatkan dalam pembahasan Perpres 26/2015.
"Belum, belum (tahu). Kita sih, Setneg aja belum tahu apalagi saya. Ndak tahu saya," kata JK di kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Rabu (4/3).
Dalam pertemuan JK dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Tedjo Edy Purdijatno siang ini, juga dilakukan pembahasan dampak diterbitkannya Perpres tersebut. Pembahasan ini, kata JK, perlu dilakukan untuk menghindari tumpang tindih kewenangan.
"Kita bicarakan juga efeknya tentu dan akibat-akibatnya. Perlu supaya jangan menjadi kesimpangsiuran di pemerintahan," jelas Kalla.
Menurut dia, dengan dibentuknya Kantor Staf Presiden akan menyebabkan koordinasi yang berlebihan antar lembaga pemerintahan. Kewenangan antar lembaga pun akan menjadi tumpang tindih.
"Mungkin nanti koordinasi berlebihan kalau terlalu banyak, ada instansi lagi yang bisa mengkoordinasi pemerintahan. Berlebihan nanti. Kalau berlebihan bisa simpang siur," kata Wapres.