REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum tata negara, Asep Warlan Yusuf menilai kisruh antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan DPRD DKI Jakarta, terkait Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD), menunjukan kurangnya kepedulian mereka terhadap masyarakat Jakarta.
Sebab menurutnya, sebenarnya persoalan antara Ahok dan DPRD merupakan persoalan politis. Sayangnya, persoalan politis ini terlanjur dibawa ke ranah hukum. Dampaknya adalah persoalan yang sudah masuk ke ranah hukum tidak mudah dicabut begitu saja.
Ia menegaskan, proses hukum yang sudah berjalan, tidak bisa di intervensi oleh pemerintah pusat, bahkan presiden sekalipun. "Ahok dan dewan sangat tidak sensitif dengan rakyat," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (3/3).
Salah satu dampak dari perseteruan antara Ahok dan DPRD, adalah bakal mandegnya birokrasi DKI Jakarta. Karena, DPRD akhirnya tidak bisa bersidang untuk menetapkan ABPD. Padahal, saat ini sudah memasuki bulan ketiga, dimana masyarakat membutuhkan dana cair untuk menjalankan kehidupan sosial ekonomi.
"Dewan tidak bisa bersidang membahas dan menetapkan APBD, jadi menggunakan APBD 2014. itukan kerugian besar bagi rakyat. Ahok dan dewan sangat tidak sensitif dengan rakyat," katanya.
"Dinas juga belum bisa jalan, karena Mendagri belum bisa mengesahkan APBD 2015. Kedua, rakyat DKI rugi, birokrasi tidak bisa jalan. APBD tahun lalu adalah kemunduran dalam sebuah pembangunan, apalagi ada kenaikan inflasi dan harga harga," jelasnya.
Selain itu, karena terfokus pada kepentingan politik seperti ini, DPRD tidak bisa membahas Perda yang sudah masuk ke Prolegda. Dengan tidak segeranya dibahas Perda tersebut maka akan membuat kerja dinas dan rencana pembangunan DKI tahun ini macet, sebab banyak yang diatur dalam Perda baru.
"Ini akan macet semua. Ini bencana politik, agak gempa gitu agak sedikit ketidak stabilan di DKI. ini rakyat rugi besar," ujar Dosen Pascasarjana UNPAR ini.