Sabtu 28 Feb 2015 02:00 WIB

Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Upaya Pangkas Kewenangan Penindakan KPK

Gedung KPK
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri atas puluhan LSM dari Aceh dan Papua menegaskan penolakannya terhadap segala upaya untuk memangkas kewenangan penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima di Jakarta, Jumat, juga menyebutkan bahwa pihaknya juga menolak upaya untuk membatasi penanganan korupsi hanya pada sebatas pencegahan. Koalisi menyatakan, Presiden Joko Widodo merupakan kepala negara yang bertanggung jawab penuh bagi jalannya pemerintahan yang bersih dan bebas KKN serta wajib menjalankan konstitusi.

Apalagi, koalisi juga mengingatkan bahwa janji politik yang tercantum dalam Nawacita menyebutkan bahwa "kami akan memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya."

Selain itu, KPK juga dinilai sebagai anak kandung reformasi yang konsisten menjalankan tuntutan rakyat untuk memberantas korupsi dan telah mendapatkan kepercayaan publik yang besar.

Koalisi Masyarakat Sipil khawatir dengan perkembangan politik dan hukum yang terjadi saat ini yang mengarah kepada pelemahan KPK antara lain melalui upaya rekayasa bukti/kasus terhadap komisioner dan para penyidik KPK.

Selain itu, indikasi pelemahan lainnya adalah penunjukan Plt Pimpinan KPK dan rencana penambahan penyidik dan penuntut yang dinilai diragukan dalam hal integritas, kredibilitas dan rekam jejak, dan berpotensi konflik kepentingan.

Untuk itu, Koalisi menuntut Presiden menarik kembali Keppres tentang pemberhentian dua Komisioner KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang didasari temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI.

Presiden juga diminta memerintahkan Plt Kapolri untuk melakukan pembenahan besar-besaran di tubuh kepolisian serta menghentikan tindakan kriminalisasi yang telah dilakukan terhadap pimpinan KPK dan stafnya.

KPK juga dituntut untuk harus melanjutkan penanganan kasus-kasus korupsi penting, seperti rekening gendut Polri, BLBI, Century, kasus korupsi pajak, migas, sumberdaya alam dan korupsi besar lainnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement