Kamis 26 Feb 2015 19:50 WIB

DPR Menilai Sanksi untuk Lion Air Masih Ringan

Rep: Aldian Wahyu Ramadhan/ Red: Ilham
  Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa kondisi pesawat Lion Air di bandara Djalaludin, Gorontalo, Rabu (7/8).   (Antara/Adiwinata Solihin)
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) memeriksa kondisi pesawat Lion Air di bandara Djalaludin, Gorontalo, Rabu (7/8). (Antara/Adiwinata Solihin)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi V DPR RI Fauzih Amro menilai sanksi yang dikenakan Kementerian Perhubungan terhadap maskapai Lion Air tidak menimbulkan efek jera. Pasalnya, maskapai berlogo singa itu masih kerap telat dan tertunda penerbangannya.

Menurut dia, sanksi yang tepat untuk Lion Air adalah pencabutan izin terbang selama sebulan. ''Biar fokus pembenahan,'' kata dia kepada Republika, Kamis (26/2), sore.

Sebelumnya, Kementerian Perhubungan mengenakan sanksi terhadap Lion Air berupa pencabutan sembilan slot penerbangan dan pencabutan kapasitas angkutan udara maskapai swasta itu.

Menurut Fauzih, pencabutan sejumlah slot penerbangan dan pencabutan kapasitas angkutan udara tidak cukup. Alasannya, 6.300 penumpang dirugikan karena gagal terbang saat kisruh Lion Air terjadi pada minggu lalu. Para penumpang harus melakukan tuntutan secara berkelompok terhadap Lion Air. Tujuannya, agar peristiwa itu tidak terulang kembali.

Fauzih mengatakan, asal mula terjadinya kisruh Lion Air karena permintaan lebih banyak daripada persediaan kursi. Penerbangan tambahan saat imlek tersebut sudah ditawarkan sebelum diberikan lampu hijau oleh Kemenhub.

Sejumlah penerbangan dari Maskapai Lion Air mengalami keterlambatan sejak Rabu (18/2), lalu. Hal ini disebabkan oleh adanya tiga pesawat Lion Air yang rusak karena benda asing (Foreign Object Damage/FOD), yakni satu di Semarang dan dua di Jakarta pada hari tersebut. Akibat dari keterlambatan dan pembatalan penerbangan tersebut ribuan penumpang Lion Air telantar di Bandara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement