REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Direktur Kajian Internasional FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Nazar Nasution, menjelaskan antara Indonesia dengan Brazil memiliki sejumlah kemiripan. Hal ini menandakan keduanya harus berhubungan dengan baik.
"Kedua negara miliki potensi SDM atau jumlah penduduk yang besar," ujar Nazar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (26/2). Baik Brazil maupun Indonesia sama-sama memiliki jumlah penduduk diatas 200 juta jiwa.
Kedua, Indonesia dan Brazil sama-sama anggota G20. Ketiga, dua negara ini sama-sama negara berkembang yang ekonominya semakin maju. Keduanya merepresentasikan dua benua, Amerika dan Asia. Kekuatan keduanya dinilai akan mampu mempengaruhi arah kebijakan internasional.
Pihaknya berharap kedua negara dapat saling memahami keadaan di masing-masing wilayah. Komunikasi bilateral antara kedua pihak harus berjalan dengan intensif. Hal ini dinilainya mampu membuat kedua pihak dapat kembali harmonis.
Dia tidak sependapat untuk memutuskan hubungan diplomatik seperti yang ditempuh Indonesia menghadapi Malaysia saat konfrontasi pada masa Sukarno tahun 1960an. Pemutusan hubungan antara Indonesia dengan Brazil hanya akan merugikan kedua pihak.
Pada era Presiden SBY, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengincar nilai perdagangan dengan Brasil bisa mencapai USD30–35 miliar. Menteri Perdagangan RI ketika itu, Gita Wirjawan, menjelaskan perdagangan kedua pihak adalah potensi besar yang saling menguntungkan.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (Dirjen PEN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Nus Nuzulia Ishak berharap tidak sampai terjadi kerenggangan antara Indonesia dengan Brazil, apalagi jika sampai terjadi pemboikotan. Karena, jika hal itu sampai terjadi, maka akan merugikan semua pihak, termasuk Indonesia.
"Tapi mudah-mudahan tidak seburuk itu, karena kalau terjadi sesuatu, kan dampaknya (terhadap perdagangan) selama enam bulan ke depan, itu bakal terjadi penurunan, baik bagi Indonesia maupun Brazil itu sendiri," ujar Nus.