Kamis 26 Feb 2015 18:29 WIB
Eksekusi mati gembong narkoba

Kejagung Belum Bisa Pastikan Kapan Anggota Bali Nine Dieksekusi

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Bayu Hermawan
Dua terpidana mati Bali Nine, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Foto: Reuters
Dua terpidana mati Bali Nine, yaitu Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Duo terpidana hukuman mati kasus Narkoba, Andrew Chan dan Myu Sukumaran nampakanya masih bisa menghirup udara lebih lama. Sebab Kejaksaan Agung masih belum bisa memutuskan kapan waktu yang tepat untuk mengeksekusi dua anggota Bali Nine itu.

Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan persiapan pemerintah telah mencapai 90 persen untuk melakukan eksekusi mati terhadap dua WNA Australia itu. Tapi ia tidak bisa menjelaskan kapan 10 persen sisanya diselesaikan, hingga eksekusi mati ini tersebut bisa ditetapkan.

"Ini tidak ada kemunduran karena kita belum pernah menetapkan kapan waktu untuk hukuman tersebut. Ini masih harus dimatangkan dulu, karena perkara eksekusi mati berbeda dengan perkara biasa," jelasnya saat bertandang di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Kamis (26/2).

Menurutnya masih ada beberapa persiapan yang harus dimatangkan, misalnya mengenai keamanan. Menilik dari eksekusi mati sebelumnya, sempat ada upaya pihak tertentu untuk menyusup. Selain itu pertimbangan mengenai kerohanian, kesehatan hingga cuaca menjadi salah satu alasan penentuan waktu eksekusi mati tersebut.

Mengenai tanggapan Tony Abbott serta sikap pemerintah yang dianggap melembek, Prasetyo menegaskan Presiden Joko Widodo tidak akan pernah melemah dalam urusan hukuman mati bagi para terpidana.

"Ini tinggal menunggu koordinasi hingga semua hal matang," ujarnya.

Prasetyo menambahkan, tentang urusan diplomasi yang diperkirakan akan renggang sehubungan hukuman mati yang dilakukan Pemerintah Indonesia. Ia menilai bahwa negara lain seperti Australia dan Brasil harus menerima hal ini dengan legowo.

"Kita sudah melakukan perjanjian dengan negara lain termasuk masalah hukum. Maka mereka harus menghargai hukuman yang ada di negara kita," katanya.

Sementara tentang terpidana hukuman mati yang disebut mengalami gangguan jiwa, Kejagung tengah meminta second opinion dari dokter. Pasalnya dokter yang menyebut tahanan tersebut menderita gangguan jiwa merupakan dokter tersangka.

Namun Prasetyo menegaskan kecil kemungkinan akan melepaskan tahanan tersebut dari eksekusi mati. Karena dalam Undang-undang Indonesia, hanya wanita hamil dan anak di bawah 18 tahun yang bisa lolos dari hukuman mati.

"Penyakit gila tidak masuk pengecualian. Lagian dalam kejahatan yang dia lakukan kan tidak gila," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement