Rabu 25 Feb 2015 22:45 WIB

Penolakan Abbott untuk Dongkrak Popularitas Jelang Pemilu

Rep: Muhammad Subarkah/ Red: Karta Raharja Ucu
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.
Foto: AP
Perdana Menteri Australia, Tony Abbott.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangang, Romli Atmasasmita menilai, tak ada yang salah dengan hukuman mati pada kasus narkoba. Apalagi, secara sosial dampak narkoba itu sudah sangat dahsyat dan nyata di dalam masyarakat.

"Ingat, mengedarkan satu gram heroin itu bisa membunuh 40-an orang. Jadi implikasi kejahatan ini sangat luas," kata Romli, Rabu (25/2).

"Ini berbeda dengan kejahatan pembunuhan biasa. Misalnya dalam pembunuhan berencana itu hanya mengorbankan satu jiwa saja. Jadi kejahatan narkoba juga merupakan kejahatan terhadap kemanusian (crime against humanity)."

Menurut Romli, kalau Australia ingin menolak hukuman mati atas warganya yang terlibat dalam sindikat Narkoba 'Bali Nine', mengapa pemerintah Negeri Kanguru tidak dari dulu meminta agar Indonesia mengekstradiksi warganya untuk diadili di Tanah Air mereka. Tindakan ini dapat dilakukan, karena kedua negara memang sudah lama punya perjanjian ekstradisi, yang nantinya dapat tukar menukar warganya yang terkena kasus hukum.

Nah, kenapa setelah seluruh proses hukum dilakukan kenapa pihak Australia baru menolaknya? Pada kasus dengan terdakwa Schapelle Leigh Corby kan sudah bisa dilakukan. Tapi kenapa baru ribut sekarang. Harap diketahui ini sebenarnya lebih soal politik di dalam negeri Australia yang bersiap melangsungkan pemilu. Perdana Menteri Abott ingin mendongkrak popularitasnya dengan menaikkan kasus dua anggota Bali Nine itu," ujar Romli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement