REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja Jaksa Agung HM Prasetyo mendapat sorotan publik setelah 100 hari masa pengabdiannya, usai menggantikan Basrief Arief.D ia mendapat sorotan lantaran berstatus sebagai politikus Partai Nasdem.
Sayangnya, berbicara prestasi, terbilang belum ada gebrakan signifikan yang dilakukan Prasetyo. Atas kinerjanya tersebut, Komisi III DPR akan memanggil mantan jaksa agung muda tindak pidana umum (Jampidum) itu.
"Ini berbicara soal keinginan rakyat atas perubahan di Kejaksaan. Kami akan memanggil Jaksa Agung atas kinerjanya yang buruk," kata Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa kepada wartawan di Jakarta, Senin (23/2/).
Komisi III DPR menilai, Prasetyo belum melakukan capaian luar biasa bagi institusi Korps Adhyaksa itu. Desmon menilai, 100 harinya dibuat sia-sia. Tidak ada prestasi yang luar biasa. Sama halnya seperti halnya saat ia menjabat Jampidum.
"Dalam waktu dekat, kami akan meminta penjelasan Jaksa Agung atas kinerjanya yang buruk termasuk atas penabrakan Peraturan Jaksa Agung (Perja) dengan Keputusan Jaksa Agung (Kepja)," kata politikus Partai Gerinda tersebut.
Desmond berpendapat, Prasetyo mempertontonkan kinerjanya sebagai Jampidum yang dulu untuk posisi Jaksa Agung seperti sekarang. "Kasus korupsi mangkrak yang pernah dijanjikannya dapat terselesaikan, proses penanganannya berjalan lambat seperti siput," tuturnya.
Disamping itu, kehadiran Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi (P3TPK), Desmon enggan mengomentari. "Apa yang perlu dikomentari, apa sudah ada prestasi? Belum kan. Jadi tidak perlu dikomentari," cetusnya.
Mantan aktivis 1989 tersebut menilai, jiwa politisi dalam diri Prasetyo masih ada. Dia pun menduga persoalan hukum yang ditanganinya bisa dipolitisisasi. "Jokowi kan memilih Prasetyo atas kehendak kawan, bukan rakyat. Kepercayaan publik terhadap Prasetyo semakin menurun. Presiden Jokowi harusnya sadar atas kondisi tersebut."