REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Revisi Undang-Undang KPK kembali masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR. Revisi tersebut merupakan usulan dari Komisi III DPR RI.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Zainal Arifin Mochtar mengatakan, banyak UU di Indonesia yang masih perlu direvisi. Ia pun setuju bahwa memang ada beberapa bagian dari UU KPK yang perlu diubah.
"Contohnya, yang sekarang, pemberhentian sementara pimpinan KPK yang jadi tersangka. Kemudian, tidak jelas dalam hal seleksi dalam massa lowong pimpinan KPK, Busyro dan Roby, UU mengatur seleksi, tapi DPR ada yang menolak," katanya kepada Republika, Senin (9/2).
Ia mengatakan ada banyak hal yang masih kurang pada UU yang mengatur tentang KPK secara lembaga. Revisi, menurutnya, merupakan bentuk kritikan terhadap hal-hal yang tersebut agar KPK menjadi lebih baik lagi. DPR pun harus sangat berhati-hati terkait pasal yang akan direvisi.
"Ada banyak, misalnya perihal kelembagaan, pokoknya semuanya harus dikritisi. Untuk apa, wilayah mana aja yang perlu direvisi. Jangan yang nggak bermasalah yang diubah," ujarnya.
Saat ditanya mengenai adanya anggapan bahwa revisi tersebut merupakan upaya melemahkan KPK, Zainal mengatakan belum bisa berkomentar.
"Saya lihat dulu apa-apa saja yang diubah. Jadi saya belum bisa bilang ini upaya pelemahan," katanya.