Jumat 06 Feb 2015 16:14 WIB
Kontroversi Valentine

Perayaan Valentine Bentuk Pengaruh Negatif Pemikiran Liberal

Rep: c09/ Red: Agung Sasongko
Budaya Valentine bukan budaya Islam (ilustrasi)
Budaya Valentine bukan budaya Islam (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mendesak agar pemerintah membatasi budaya barat yang masuk ke Indonesia. Termasuk salah satunya membatasi pengadopsian budaya perayaan hari kasih sayang atau hari valentine.

Juru Bicara Muslimah HTI, Iffah Ainur Rochmah mengatakan, HTI melihat tren liberalisasi dan westernisasi semakin terbuka lebar. Hal itu terjadi baik pada pemerintahan orde baru, pada pemerintahan reformasi, maupun pada pemerintahan pilihan rakyat seperti sekarang.

“Memang kita sayangkan bahwa peran liberalisasi dan westernisasi itu terus dibuka oleh pemerintah,” jelas Iffah, saat dihubungi ROL, Jumat (6/2).

Ia menjelaskan, negara dan pemerintah seolah memberikan peluang terhadap masuknya budaya asing yang notabene bertentangan dengan budaya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim. Lalu negara tidak bisa membuat benteng dan panduan yang dapat membuat rakyat bisa melindungi diri dari globalisasi.

“Efek globalisasi yang didapatkan bukan pengaruh positif dari perkembangan ilmu pengetahuan atau teknologi, melainkan pengaruh negatif pemikiran liberal, salah satunya melalui budaya perayaan valentine,” kata Iffah.

Iffah mengakui arus globalisasi memang tidak bisa dihindari oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Muslimah HTI mendesak agar pemerintah memberikan panduan kepada rakyat mengenai mana budaya yang semestinya tidak diadopsi.

“Pemerintah harus memberikan pegangan untuk melindungi masyarakat dari budaya-budaya yang menyimpang,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement