REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pemberantasan narkoba di Sumatra Utara tidak bisa dilakukan hanya di kalangan pengecer kecil. Namun pemberantasan narkoba harus dilakukan hingga ke tingkat bandar besar.
"Pemberantasan narkoba jangan yang kecil-kecil saja. Tapi bandarnya yang paling utama juga harus diberantas," ujar Ketua Umum Nahdlatul Ulama Medan Sumatra Utara, Achmad Firdausi Hutasuhud SH kepada Republika di Medan, Kamis (5/2).
Dia mengatakan, pemberantasan di tingkat pengecer tidak berdampak signifikan terhadap penghentian peredaran narkoba di Sumut. Sebab, peredaran narkoba di Sumut sudah sangat meresahkan.
Firdausi menyatakan, pemberantasan hingga ke kelas bandar besar menyaratkan adanya koordinasi antara berbagai lembaga penegak hukum dan pemberantasan narkoba.
"Untuk melakukan itu harus ada kerja tim yang solid antara Pemerintah, BNN, Polri, TNI, dan juga melibatkan kalangan masyarakat terutama tokoh-tokoh agama," ujar dia.
Pemberantasan narkoba, harus dilakukan dengan cara memotong mata rantai peredarannya. Kebanyakan, narkoba terutama jenis sabu di Sumut banyak berasal dari negara luar yang berdekatan dengan Sumut.
"Pelabuhan dijaga ketat. Untuk itu perlu melibatkan masyarakat pantai untuk menjaga pelabuhan-pelabuhan kecil itu," kata dia.
Dia juga menduga, peredaran narkoba di Sumut tidak berdiri sendiri. Sebaliknya, peredaran narkoba yang begitu deras diduga kuat mendapatkan back up dari oknum aparat yang berwajib. "Kalau ada yang membackup hukum seberat-beratnya," kata dia.
Sebelumnya, Badan Nasional Narkotika (BNN) menyatakan, Sumatera Utara merupakan provinsi rawan narkoba. Provinsi yang berpusat di Medan ini merupakan Provinsi yang memiliki jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Menurut data BNN, Sumatera Utara berada di posisi ketiga se-Indonesia setelah DKI Jakarta dan Kalimantan Timur dalam kasus narkoba.