REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim pengacara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW), khawatir penyidik Polri menahan kliennya. Hal itu bisa terjadi jika penyidik beralasan BW tak kooperatif, dengan tidak mau menjawab pertanyaan dalam materi penyidikan.
"Pengalaman kalau klien saya menjawab tidak tahu itu sama saja mempersulit pemeriksaan," kata salah seorang pengacara BW, Nursjahbani Katjasungkana di Mabes Polri, Selasa (3/2).
Nursjahbani mengatakan sikap BW yang enggan menjawab beberapa pertanyaan dapat dijadikan alasan polisi untuk menahan. Namun jika polisi menahan BW, Nursjahbani menilai hal itu upaya kriminalisasi pada seorang advokat dan pelemahan terhadap lembaga KPK.
Pada pemeriksaan kedua itu, Nursjahbani menjelaskan BW tetap menolak beberapa pertanyaan penyidik diantaranya mengenai besaran bayaran kepada tim kuasa hukum, pertanyaan menunjukkan kamar hotel.
Kemudian pertanyaan siapa yang membayar sewa kamar hotel dan apakah saksi persidangan mendapatkan bayaran. Nursjahbani juga mengungkapkan BW mempertanyakan surat pemberitahuan penangkapan, pemanggilan, laporan polisi dan perkembangan penyidikan kepada penyidik kepolisian.
"Pak BW keberatan karena menurut UU advokat, advokat yang melakukan pembelaan di pengadilan tidak dapat dituntut," jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Subdirektorat (Kasubdit) VI Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri Komisaris Besar Polisi Daniel Bolly Tifaona mengisyaratkan tidak akan menahan salah satu pimpinan KPK tersebut.
"Kemungkinan belum akan ditahan," ucapnya.
Bahkan Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komisaris Jenderal Polisi Badrodin Haiti kepada salah satu anggota tim sembilan Jimly Asshidiqie, menjamin tidak akan menahan BW usai menjalani pemeriksaan kedua tersebut.
Penyidik Polri telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor Sp.Sidik/53/1/2015/Dit Tipideksus tertanggal 20 Januari 2015.
Berdasarkan Sprindik itu, polisi menangkap BW sebagai tersangka dugaan menyuruh saksi memberikan keterangan palsu saat sidang sengketa Pemilukada Kotawaringin Barat Kalimantan Tengah di Mahkamah Konstitusi pada pertengahan 2010.
Kasus yang menyeret BW itu berdasarkan laporan anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI-Perjuangan Sugianto Sabran Nomor : LP/67/I/ 2015/ Bareskrim tertanggal 19 Januari 2015. BW dijerat Pasal 242 ayat 1 KUHP junto pasal 55 ayat 1 ke 1 junto pasal 55 ayat ke 2 KUHP.