Ahad 01 Feb 2015 17:28 WIB

Gus Mus: Pendiri NU Tokoh yang Menghormati Orang Lain

KH Mustofa Bisri alias Gus Mus.
Foto: Republika/Rakhmawaty
KH Mustofa Bisri alias Gus Mus.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pelaksana tugas Rais Aam Syuriah PBNU KH Mustofa Bisri alias Gus Mus menilai salah seorang pendiri NU KH Bisri Syansuri merupakan tokoh yang bisa berbeda pendapat dengan orang lain, tapi tetap menghormati orang lain itu.

"Beliau itu kalau berbeda pendapat dengan orang lain hanya di dalam forum, tapi di luar forum justru sangat menghormati. Kalau kiai sekarang di luar forum justru mengajak santrinya untuk beraksi," katanya di gedung PWNU Jatim, Surabaya, Ahad (1/2).

Dalam bedah buku bertajuk Kiai Bisri Syansuri, Tegas Berfiqih, Lentur Bersikap, Gus Mus menyatakan kiai atau ulama sekarang perlu belajar banyak kepada pendiri Pesantren Mambaul Maarif, Denanyar, Jombang, Jatim itu.

"Kiai Bisri Syansuri itu merupakan teman dan saudara dari Kiai Wahab Chasbullah (Pesantren Tambakberas, Jombang), karena mengaji kepada Hadratusyeikh KH Hasyim Asy'ari bersama-sama, bahkan belajar ke Mekkah juga bersama," katanya.

Selain itu, keduanya juga pendiri Komite Hijaz dan Nahdlatul Ulama (NU) bersama KH Hasyim Asy'ari, namun KH Bisri Syansuri sangat "tawadhu" (rendah hati) dan sangat hormat kepada kedua orang itu.

"Karena itu, saat KH Hasyim menjadi Rais Akbar PBNU dan KH Wahab juga hanya mau menjadi Katib (sekretaris rais syuriah) atau bukan wakil rais, maka Kiai Bisri Syansuri pun memilih menjadi A'wan (pembantu umum)," katanya.

Namun, KH Bisri Syansuri memiliki banyak perbedaan pendapat dengan KH Wahab Chasbullah dalamberbagai hal, misalnya KH Wahab mendukung tokoh-tokoh NU masuk DPR GR tapi bila tidak cocok bisa keluar, sedangkan KH Bisri Syansuri langsung menolak.

"Jadi, kebersamaan Kiai Bisri Syansuri dengan Kiai Wahab Chasbullah itu terjadi sejak kecil hingga dewasa, tapi keduanya bisa sangat berbeda pandangan dalam kehidupan bermasyarakat. Yang menarik, perbedaan keduanya hanya terjadi di dalam forum," katanya.

Sebaliknya, di luar forum justru saling menghormati. "Misalnya, setelah rapat NU dengan perbedaan sangat tajam, maka ketika berwudhu untuk shalat, Kiai Bisri Syansuri justru berebut timba air untuk melayani Kiai Wahab Chasbullah," katanya.

Contoh lain, ketika Muktamar NU di Surabaya, peserta muktamar mencalonkan keduanya menjadi Rais Aam Syuriah PBNU. "Ada muktamirin yang mendukung Kiai Bisri Syansuri, karena Kiai Wahab Chasbullah sudah uzur akibat mata yang sulit melihat," katanya.

Namun, Kiai Bisri Syansuri yang didukung para ulama justru mengambil mikrofon dan menyatakan dirinya tidak akan mau menjadi Rais Aam Syuriah PBNU selama KH Wahab Chasbullah masih hidup. "Janji itu dipenuhi hingga Kiai Wahab Chasbullah wafat," katanya.

Dalam bedah buku yang dihadiri Menristek M Nasir yang juga alumni itu, Gus Mus menyebut kelebihan lain dari KH Bisri Syansuri yakni keilmuan yang ilmiah, kasih sayang kepada umat, lentur terhadap orang lain tapi tegas terhadap diri/keluarga, memiliki keteladanan, dan memiliki ruhud dakwah.

"Kalau berpendapat, beliau selalu menyebutkan sumber rujukan dari pendapatnya, lalu beliau juga sangat kasih sayang kepada umat, jadi kalau kiai berjenggot panjang tapi tidak punya kasih sayang itu bukan kiai. Beliau juga memiliki ruhud dakwah yakni dakwah ala nabi yang berproses hingga musuh masuk Islam," katanya.

Dalam bedah buku itu, cucu KH Bisri Syansuri, Nyai Hj Aisyah Hamid, yang juga pembicara bedah buku itu menegaskan bahwa kakeknya itu memang sangat tegas dalam prinsip, namun kakeknya juga sangat moderat.

"Buktinya, kakek mendirikan pesantren khusus perempuan yang pertama di Jatim," katanya dalam bedah buku yang juga menghadirkan KH Akhwan (alumni sepuh) untuk memberikan testimoni itu.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement