Ahad 01 Feb 2015 11:58 WIB

Rumah Tinggal di Bawah 200 M2 tak Layak Dikenakan Pajak

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Erik Purnama Putra
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan.
Foto: Antara
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Ferry Mursyidan Baldan sedang mengkaji penghapusan Pajak Bumi Bangunan (PBB) untuk rumah tinggal. Alasannya, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sering dijadikan standar dalam praktik jual beli rumah.

"Kalau beli rumah dasarnya NJOP yang akan berpengaruh pada PBB. Inikan memberatkan masyarakat, jadi saya pikir sebaiknya dihapuskan saja pembayaran PBB untuk rumah tinggal," ujar Ferry saat dihubungi Republika, Ahad (1/2).

 

Menurut Ferry, harga rumah tidak berbanding lurus dengan NJOP, sehingga jika penjualan tanah menggunakan NJOP, ada pihak yang merasa dirugikan. "NJOP tidak bisa dijadikan standar harga yang adil. Lebih baik harga tanah ditetapkan berdasarkan wilayah yang dapat berubah setiap tahun," kata politikus Partai Nasdem itu.

Dia menyatakan, PBB tidak adil jika dibebankan kepada masyarakat. Pembayaran PBB cukup satu kali pada saat seseorang ingin menjual rumahnya. Selain itu, tidak adil jika rumah sakit, rumah ibadah, sekolah, dan juga tempat tinggal dikenai biaya PBB.

"Tuhan menciptakan bumi hanya satu kali. Kenapa kita tega memajakinya setiap tahun? Yang perlu kena pajak itu untuk bangunan komersial seperti apartemen, hotel, perkantoran, pertokoan, pabrik dan tempat-tempat untuk usaha yang memang berorientasi bisnis," kata Ferry.

Diutarakan Ferry, biaya perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) juga tidak perlu dikenakan untuk tanah dan bangunan di bawah 200 meter persegi yang rata-rata merupakan kawasan perkampungan. "Saya berharap agar tanah tidak menjadi satu objek yang sulit didapat oleh masyarakat," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement