Ahad 01 Feb 2015 09:20 WIB

Kasus "Rumah Kaca", IPW: Polri Harus Segera Periksa Samad

Rep: C82/ Red: Bayu Hermawan
 Ketua KPK Abraham Samad memberikan keterangan terkait penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1).  (Antara/Wahyu Putro)
Ketua KPK Abraham Samad memberikan keterangan terkait penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1). (Antara/Wahyu Putro)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengklaim mendapatkan informasi mengenai enam alat bukti yang telah ditemukan penyidik terkait kasus "Rumah Kaca Abraham Samad".

Dengan adanya bukti-bukti tersebut, Neta mengatakan Bareskrim Polri harus segera melakukan pemeriksaan terhadap Ketua KPK tersebut.

"Bareskrim Polri harus segera melayangkan surat panggilan untuk memeriksa dan menahan Ketua KPK Abraham Samad dalam kasus Rumah Kaca," kata Neta melalui keterangannya, Minggu (1/2).

Ia menyebutkan ada enam alat bukti terkait kasus tersebut, yakni laporan masyarakat, bukti rekaman, bukti CCTV, keterangan saksi, penjelasan ahli, dan pengakuan pemilik apartemen. Dengan adanya keenam alat bukti tersebut, menurutnya tidak ada alasan bagi Bareskrim Polri untuk berlama-lama lagi memanggil dan memeriksa Samad.

"IPW berharap Polri bisa bekerja cepat untuk memanggil dan memeriksa Samad," tegasnya.

Kasus Abraham Samad bermula dari sebuah tulisan berjudul "Rumah Kaca Samad". Kemudian LSM KPK Watch melaporkan hal tersebut ke Polri dengan nomor laporan No: LP/75/1/2015/Bareskrim, tertanggal 22 Januari 2015.

Samad dilaporkan telah melakukan pertemuan dengan pihak yang perkaranya sedang ditangani KPK. Dalam laporan tersebut, Samad disebut pernah beberapa kali bertemu dengan petinggi parpol dan membahas beberapa isu, termasuk tawaran bantuan penanganan kasus politisi Emir Moeis yang tersandung perkara korupsi yang sedang ditangani KPK.

Neta menyebutkan, dalam kasus tersebut, Samad tidak sekadar melanggar etika sebagai Ketua KPK. Namun, ia dapat dikenakan Pasal 36 junto Pasal 65 UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.

Dalam pasal tersebut ditegaskan pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK, dengan alasan apapun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement