Jumat 30 Jan 2015 18:32 WIB

Penderita Penyakit Ginjal Kronik Meningkat di Indonesia

Rep: Mg02/ Red: Djibril Muhammad
Penderita penyakit ginjal (ilustrasi).
Foto: Ahchealthenews.com
Penderita penyakit ginjal (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), Dr Dharmeizer mengungkapkan jumlah penderita penyakit ginjal kronik di Indonesia terus meningkat. Penyebabnya komplikasi dari Hipertensi dan Diabetes.

"Dua penyebab terbesar di Indonesia, 31 persen kurang lebih karena hipertensi dan 26 persen diabetesmilitus," ungkap Dharmeizer dalam diskusi 'Keamanan Pangan Produk Minuman', di Jakarta, Jumat (30/1).

Gaya hidup masyarakat yang sering mengonsumsi makanan siap saji ditengarai menjadi penyebab hipertensi yang berujung penyakit ginjal kronik. Hal itu dikarenakan makanan siap saji mengandung kadar garam yang cukup tinggi.

Menurut Dharmeizer, kadar garam yang berlebih sebenarnya akan dibuang oleh ginjal. Namun karena mekanisme kerja garam yang menyerap air di saluran pembuangan, maka ia berkontribusi pada terjadinya tekanan darah tinggi.

"Berdasarkan data tahun 2013, hipertensi masih jadi penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir atau stadium lima yang membutuhkan terapi pengganti ginjal," ujar Dharmeizer.

Indikator peningkatan penyakit ginjal ini dihitung berdasarkan hitungan prevalensi 400 juta penduduk. Jika penduduk Indonesia sekitar 240 juta jiwa maka jumlah pasien yang saat ini menderita ginjal kronik stadium lima sebanyak 96 ribu orang.

Dharmeizer juga mengatakan jumlah tersebut bisa dikurangi dengan menerapkan langkah-langkah preventif. Seperti mengurangi konsumsi garam, menghindari asupan tinggi protein, kontrol konsumsi gula serta menerapkan gaya hidup sehat.

Jika telah menderita penyakit ginjal, maka konsumsi cairan harus dibatasi. Karena pada penderita penyakit ini, ginjal mulai terjadi kerusakan. Kemudian menyebabkan produksi jumlah cairan urin yang dibuang melalui ginjal berkurang.

"Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kelebihan cairan yang menyebabkan pasien menjadi sesak dan batuk-batuk, sampai kepada sesak napas yang akut," jelas Dharmeizer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement