Sabtu 24 Jan 2015 02:52 WIB

Sulit Lihat Polri vs KPK Murni Masalah Hukum

Ketua KPK Abraham Samad (kanan) bersama Wakil Ketua Bambang Widjojanto memberikan keterangan terkait penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1). (Antara/Wahyu Putro A)
Ketua KPK Abraham Samad (kanan) bersama Wakil Ketua Bambang Widjojanto memberikan keterangan terkait penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan di Gedung KPK Jakarta, Selasa (13/1). (Antara/Wahyu Putro A)

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Penegakan hukum yang dilakukan institusi hukum jangan sampai bercampur dengan kepentingan politik, kata pakar hukum tata negara Universitas Islam Sultan Agung Semarang Dr Rahmat Bowo.

"Melihat yang terjadi sekarang ini antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sangat sulit melihat peristiwa yang terjadi adalah murni hukum," katanya di Semarang, Jumat (23/1).

Secara hukum normatif, kata dia, apa yang dilakukan Polri dengan menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW) karena disangkakan melakukan tindak pidana, merupakan tugas biasa yang dijalankan polisi.

Bahkan, kata dia, sampai perlu menjemput paksa, sampai menahan tersangka karena mungkin khawatir melarikan diri atau melakukan tindak pidana lainnya secara normatif merupakan hal biasa dalam hukum.

"Demikian pula yang dilakukan KPK dengan menetapkan calon Kapolri Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka berdasarkan minimal dua alat bukti. Sama seperti KPK menetapkan tersangka-tersangka lain," katanya.

Persoalannya, kata dia, polisi menangkap dan menetapkan wakil ketua KPK sebagai tersangka dalam waktu yang berdekatan setelah lembaga antirasuah itu menetapkan calon pucuk pimpinan Polri sebagai tersangka.

"Bahwa apa yang dilakukan KPK dan Polri itu benar dalam konteks hukum, tetapi melihat yang terjadi sekarang terkesan ada rivalitas antara kedua lembaga yang belum terselesaikan hingga sekarang," katanya.

Perseteruan yang terjadi antara Polri dan KPK sekarang ini, kata dia, mengingatkan masyarakat pada peristiwa serupa yang pernah terjadi sebelumnya yang kemudian diistilahkan dengan "cicak vs buaya".

"Bahkan, bukan sekadar rivalitas antardua lembaga penegak hukum, melainkan sampai pada aksi balas-membalas," katanya.

Berkaca dari perseteruan antara Polri dan KPK yang terjadi sekarang ini, kata Rahmat, semestinya menjadi pembelajaran bahwa tidak semestinya proses penegakan hukum bercampur-aduk dengan persoalan politik.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement