REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Besar Polisi Sumirat Dwiyanto menyakini eksekusi mati dapat menimbulkan efek jera bagi pengedar narkoba. Tak hanya itu, eksekusi mati pun bisa menekan peredaran narkoba.
Sumirat pun mencontohkan Singapura yang juga menerapkan hukuman mati bagi terpidana kasus narkoba dan berhasil menekan angka peredaran di negara itu.
"Siapapun yang memasukan narkoba ke sana termasuk kemarin ada warga Australia yang memasukan narkoba ke sana pun dieksekusi mati oleh Singapura, akhirnya apa, peredaran narkotika di Singapura itu, jarang sekali," ujar dia, Rabu (21/1).
Menurut dia, dengan dilakukan hukuman mati bagi para terpidana narkoba memengaruhi orang lain untuk berpikir ulang apabila ingin melakukan transaksi atau mengedarkan narkoba.
"Sampai saat ini Indonesia masih menerapkan Undang-Undang itu, kita pun berdasarkan hasil kajian di DPR dan juga pemerintah yang mengesahkan Undang-Undang, pasti akan menimbulkan efek jera," ujar dia.
Sebelumnya, Komnas HAM dan sejumlah LSM berpendapat eksekusi mati merupakan tindakan yang tidak tepat untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia.
"Pemberantasan narkoba dan eksekusi mati itu hal yang berbeda. Kalau ingin memberantas narkoba bongkar mafia narkoba di Indonesia, bukan mengeksekusi mati terpidana," kata Direktur Eksekutif Imparsial Poenky Indarti.
Poenky juga mengatakan, eksekusi hukuman mati dilakukan agar Presiden Jokowi mendapatkan citra tegas di masyarakat.
"Menurut penelitian kami, ketika seorang presiden memerintahkan eksekusi mati itu dia sedang membutuhkan panggung," kata dia.
Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, hukuman mati tidak akan menimbulkan efek jera. Efek jera hanya tepat diberikan pada orang yang bersalah, bukan pengedar narkoba lain yang belum tertangkap.