REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat tata negara dan peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Oce Madril menyampaikan hukuman terhadap pegawai negeri sipil yang melakukan tindak korupsi, harus dilihat bobot pelanggarannya. Walaupun Gubernur bisa langsung memecat pegawainya.
"Ya dilihat saja itu pelanggaran berat atau ringan. Kan ketentuannya ada di PP Disiplin PNS," tutur Oce pada ROL, Rabu (21/1).
Dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini pun mengapresiasi sikap Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama yang akan menghukum PNS di lingkungan pemerintahannya yang melakukan pelanggaran. Menurutnya ketegasan memang perlu untuk menimbulkan efek jera.
Oce menjelaskan, hukuman memecat staf dan penurunan bisa dilakukan untuk tindak pelanggaran berat. Sedangkan untuk pelanggaran ringan, cukup dengan menunda gaji. "Korupsi yang terjadi di lingkup instansi pemerintah memang didasari oleh perilaku menyimpang dan kebutuhan ekonomi," tutur dia.
Sejauh ini, menurutnya yang dilakukan Basuki sudah benar dengan membuat program pembatasan transaksi tunai. "Kebijakan seperti ini kan bisa mencegah terjadinya face to face. Bagus, agar aliran dananya bisa diawasi," kata Oce.
Ia berpendapat, Jakarta sudah sangat siap melakukan program pembatasan ini melalui pemberlakuan transaksi online. Oce berharap agar daerah lain pun bisa melakukan hal serupa.
Bahkan menurutnya program pembatasan transaksi tunai ini harus menjadi kebijakan nasional. "Tapi memang untuk diangkat ke nasional dibutuhkan landasan hukum dan penyesuaian administrasi," tutur dia.