REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa hukuman mati untuk para penyimpangan seksual, seperti seperti pelaku sodomi dan pencabulan. Namun, Menteri Sosial (Mensos), Khofifah Indar Parawansa punya pendapat berbeda.
Menurut Khofifah, dalam Islam hukuman untuk penyimpang seksual memang mati. Namun, karena Indonesia tidak memegang aturan Islam sebagai pedoman aturan bangsa, tidak serta merta menggunakan hukuman mati untuk mengadili pelaku tersebut. Apalagi, Indonesia sendiri tidak memegang aturan Islam sebagai pedoman aturan bangsa.
Khofifah berkata, dalam beberapa kasus, Indonesia memang terkadang menggunakan hukuman mati. Misal, kata dia, pengedar narkoba yang belakangan ini banyak diperbincangkan. Kemudian, ada lagi hukuman mati yang pernah diberikan pemerintah kepada pelaku teroris.
“Hukuman mati itu diberikan pemerintah jika sudah extra ordinary,” ungkap Khofifah saat berbincang dengan ROL, Selasa (20/1).
Khofifah menjelaskan, kasus hukuman mati pengedar narkoba misalnya, pelaku tersebut dihukum karena sudah melewati batas. Maksudnya, pemerintah akan menghukum mati pengedar narkoba yang memiliki jumlah tertentu.
Jadi, pemerintah tidak semena-mena memberikan hukuman mati bagi pelaku. "Jadi, Indonesia akan memberikan hukuman mati jika kejahatan itu sudah masuk extra ordinary, termasuk dalam kasus penyimpangan seksual misalnya," ucap dia.