REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan, masih ada 60 terpidana yang akan dieksekusi mati karena terlibat kasus besar, seperti narkoba.
"Kita masih punya 'stok' 50-60 orang yang akan dieksekusi mati," kata Jaksa Agung HM Prasetyo, di sela-sela pertemuan dengan Pemimpin Redaksi Media Massa di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa.
Eksekusi mati yang dilakuan Indonesia telah menjadi perhatian dunia, bahkan ada beberapa negara yang protes atas hukuman tersebut. Namun, Prasetyo menegaskan, Indonesia akan tetap melaksanakan hukuman mati tersebut.
"Pokoknya Indonesia tidak akan mundur. Kita jalan terus. Indonesia harus diselamatkan," katanya.
Menurut Prasetyo, narkoba bukan lagi kejahatan yang hanya melibatkan satu negara, tetapi telah menjadi sindikat antarnegara.
Pemred Harian Kompas Budiman Tanuredjo menilai sebutan stok yang dilontarkan Prasetyo dinilai tidak cocok untuk seorang manusia. Hal-hal kecil seperti itu yang kerap membuat publik ragu dengan kebijakan yang dihasilkan pemerintahan Jokowi-JK.
"Tak cocok rasanya kata stok digunakan untuk menggambarkan seorang manusia. Ada rasa bahasanya yang tidak pas di sana," ujar Budiman.
Sementara itu, Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjijatno lalu mengklarifikasi maksud dari bahasa 'stok' yang dilontarkan Prasetyo."Ini kan konteksnya bukan wawancara, jadi bahasanya jaksa agung ya santai saja," ujar Tedjo.
Kejagung sebelumnya telah menembak mati enam narapidana narkotika, Minggu (18/1). Satu napi warga negara Indonesia, sementara enam napi lain adalah warga negara asing.