REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Proses identifikasi korban Air Asia QZ8501 tidak mudah. Korban berasal dari berbagai daerah.
Ada dua korban yang berasal dari Pulau Leti, Kabupaten Maluku Barat, Provinsi Maluku. Dua korban kakak-beradik Inda Yani Abraham dan Viona Florensia Abraham.
Dibutuhkan 33 jam dari Kota Kupang untuk mencapai Pulau Leti. Sebuah pulau terpencil diperbatasan Timur Leste. Ombak diperairan menuju pulau tersebut pun sangat tinggi. Kapal hanya dapat melaju 10 knot per jam.
"Saya dihubungi dua minggu yang lalu oleh Kapolda Jawa Timur Anas Yusif ada dua warga Pulau Leti yang ikut menjadi penumpang Air Asia QZ8501," kata Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Brigader Jendral Endang Sunjaya dalam Konferensi pers di Mapolda Jawa Timur, Surabaya, Kamis (15/1).
Endang bersama dengan tim DVI Polda NTT menembus ombak setinggi 4-5 meter untuk mendapatkan sample DNA dari keluarga korban. Ia sempat mencoba menggunakan kapal Pol Air B3. Namun baru dua jam perjalanan ombak sangat besar. Sehingga kemungkinan kecelakaan cukup tinggi. Bersama tim ia memutuskan untuk kembali ke Kupang.
Endang sempat meminjam helikopter milik Danrem setempat. Namun karena Pulau Leti berbatasan dengan Timur Leste harus dilalui lewat jalur air. Setelah itu ia mencoba untuk menyewa Susi Air. Namun tidak ada penerbangan komersial ke Pulau Leti. Hanya ada penerbangan tiga bulan sekali.
Endang dan tim Dokkes Polda NTT akhirnya memutuskan kembali menggunakan Kapal Pol Air B3. "Alhamdulilah saya bisa ada di sini," ujar Endang.
Setelah melalui 33 jam perjalanan. Endang dan tim mendapat sample DNA dari ayah korban Yohanes Abraham. Sedangkan ibu korban tidak dapat ditemui. Endang mengatakan ibu korban sangat terpukul karena kedua putrinya ikut dalam pesawat nahas tersebut.
Sample yang diambil antara lain air liur, darah kering, darah basah dan rambut. Endang berharap dari 9 jenazah yang saat ini sudah dalam proses identifikasi ada jenazah Inda atau Viona. Sehingga keluarga korban di Pulau Leti dapat sedikit lebih lega.
Sebelumnya, sepupu Inda dan Viona Victor yang sejak hari pertama datang ke Crisis Center mengatakan memang pihak keluarga mereka tidak dapat datang ke Crisis Center. Selain karena sedang dalam keadaan berduka, medan dan transportasi dari rumah mereka ke Crisis Center sangat jauh.
Victor sendiri dapat sampai ke Crisis Center karena saat mendengar kabar Air Asia QZ8501 pada 28 Desember 2014 hilang kontak ia sedang berada di Ambon. Ia langsung berangkat naik pesawat saat melihat nama kedua sepupunya ada dalam manifes yang dirilis oleh Air Asia.
Kapolda Jawa Timur, Irjen Polisi Anas Yusuf mengatakan, perjuangan untuk mengambil sample DNA korban Air Asia menjadi bukti keseriusan Polri untuk mengidentifikasi seluruh korban Air Asia. Setiap Polda Jawa Timur bekerja sama dengan semua pihak yang terkait untuk dapat mengidentifikasi jenazah-jenazah yang mereka terima dari Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
"Hingga saat ini kami sudah mengidentifikasi 39 jenazah, masih ada 9 jenazah lagi," kata Anas.