REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dualisme kepengurusan Partai Golkar antara kubu Aburizal Bakrie dengan kubu Agung Laksono hingga kini belum jelas penyelesaiannya. Padahal, tahapan pilkada serentak sudah akan dimulai pada akhir Februari mendatang.
Fungsionaris DPP Partai Golkar Taufiq Hidayat meminta kedua kubu untuk tidak mengabaikan agenda strategis partai yang sudah di depan mata. “Kalau konflik juga belum selesai dan posisi hukum kepengurusan DPP partai Golkar belum jelas maka terancam tidak bisa ikut pilkada,”katanya saat dihubungi wartawan di Jakarta, kemarin.
Lebih lanjut Taufiq mengungkapkan hal itu berhubungan dengan regulasi pilkada dari penyelenggara pemilu, mereka pasti akan menverifikasi legalitas kepengurusan DPP terlebih dahulu sebelum menetapkan bakal calon yang ditetapkan Dewan Pengurus Daerah (DPD) tingkat I dan DPD II. Sebab, jika tidak melakukan langkah tersebut, KPU bisa terancam digugat oleh partai politik yang bersangkutan akibat putusan yang belum jelas legalitasnya.
“Jadi konteks masalah ini, bukan hanya kesepakatan antar juru runding Partai Golkar tentang tafsir UU Pilkada. Tapi ini sudah meliputi prosedur kerja dari penyelenggara pemilu yakni KPU, Bawaslu, dan DKPP,”ujar Inisiator Munas Bersama Golkar ini.
Sebelumnya baik kubu Munas Ancol maupun Bali menjamin dualisme kepenurusan DPP Partai Golkar tidak menjadi masalah dengan alasan sudah didesentralisasikan ke dalam undang-undang.
Karena itu, para juru runding DPP Partai Golkar harus memperhatikan kepentingan 208 Daerah yang akan menggelar pilkada serentak pada 2015. Jika sampai akhir februari belum ada kepastian legalitas kepengurusan DPP Partai Golkar, sudah pasti DPD I dan DPD II tidak bisa ikut mengajukan bakal calon kepala daerah.