REPUBLIKA.CO.ID,MATARAM--Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor serta rumah dinas Bupati Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainy Arony.
Sekitar dua jam, penyidik melakukan penggeledahan di kantor Bupati sejak pukul 10.45 WITA. Keluar dari kantor Bupati sekitar pukul 12.35 WITA.
Empat penyidik KPK didampingi tim gegana Polda NTB bergegas menuju mobil Toyota Innova bernomor pelat DR 1261 AM. Dengan membawa satu buah koper serta dua dus air minum yang diduga merupakan alat bukti hasil dari penggeledahan.
Selama penggeledahan dilakukan, berdasarkan pantauan, dua orang penyidik KPK menggeledah ruangan di bagian umum kantor Bupati. Serta dua orang penyidik lainnya memeriksa dokumen-dokumen di ruang kerja Bupati.
Sementara itu, dua buah mobil jenis Innova berwarna hitam bernomor DR1134 PC dan Avanza berwarna hitam bernomor DK 1154 DC terparkir di rumah dinas Bupati. Dua buah mobil yang ditumpangi tiga orang penyidik KPK yang melakukan penggeledahan di rumah dinas.
"KPK datang menggeledah rumah dinas, sejak pukul 10.45," ujar Senap, anggota Satpol PP Kabupaten Lombok Barat yang ditemui Republika di rumah dinas Bupati, Rabu (14/1).
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Lombok Barat, Moh Uzair mengaku tidak mengetahui tentang penggeledahan yang dilakukan oleh KPK di kantor Bupati.
"Saya ada di Mataram tadi, sekarang baru datang. Tidak tahu ada penggeledahan," ungkapnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Lombok Barat, NTB, Zainy Arony sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. Zainy diduga melakukan pemerasan terkait permohonan izin pengembangan kawasan wisata untuk lapangan golf di Kabupaten Lombok Barat.
Zainy dalam kapasitasnya sebagai Bupati Lombok Barat diduga memeras seorang pengusaha untuk mengurus izin pengembangan kawasan wisata. Ia diduga menerima uang hasil pemerasan mencapai Rp 1,5 sampai 2 miliar.
Dalam kasus tersebut, Zainy disangka dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 421 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi.