REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) melalui Dirjen Bimas Islam, Machasin menegaskan bahwa sampai saat ini kementerian tersebut tidak pernah mengumumkan adanya biaya tambahan pernikahan karena hal itu sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 tahun 2014.
"Penegasan tersebut disampaikan untuk memastikan kini tidak ada lagi pungutan biaya (gratifikasi) di luar ketentuan," kata Machasin di Jakarta, Kamis (1/1).
Machasin sebelumnya mengakui bahwa di berbagai daerah, dalam hal pembayaran nikah, prosedurnya jika menikah di luar kantor urusan agama (KUA) dikenai tarif Rp 600 ribu. Itu tarif resmi yang harus dibayar melalui bank yang telah ditunjuk.
Pada praktiknya ada pihak yang memanfaatkan ketidaktahuan keluarga pasangan pengantin itu pengurusan pembayaran diwakilkan kepada petugas kelurahan atau pihak lainnya. Oknum ini kemudian minta pembayaran di atas tarif resmi antara Rp 800 ribu atau lebih.
Padahal pembayaran ke bank dapat dilakukan secara langsung dan tanda bukti diperlihatkan kepada KUA terdekat. "Kita prihatin dengan kasus ini," kata Machasin.
Terkait upaya menghindari gratifikasi tersebut, Ditjen Bimas Islam mengeluarkan penjelasan tentang alur pelayanan nikah sesuai dengan yang diatur dalam PP No 48 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2004 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Machasin mengatakan, PP 48/2004 mengatur bahwa biaya pernikahan hanya terbagi menjadi dua, yaitu pertama gratis atau nol rupiah jika proses nikah dilakukan pada jam kerja di KUA; dan kedua dikenakan biaya enam ratus ribu rupiah jika nikah dilakukan di luar KUA dan atau di luar hari dan jam kerja.
"Tidak ada biaya lain yang harus dikeluarkan oleh calon pengantin di luar yang sudah ditentukan oleh peraturan tersebut. Pungutan biaya di luar yang sudah ditentukan bisa dimasukan dalam kategori gratifikasi," tegas Machasin.