Selasa 30 Dec 2014 14:54 WIB

PDIP Desak Jokowi Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Rep: M Akbar Wijaya/ Red: Bilal Ramadhan
Wilayah Konflik Pelanggaran HAM
Wilayah Konflik Pelanggaran HAM

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menuntaskan kasus-kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) berat. PDIP menilai penuntasan kasus pelanggaran HAM berat menjadi tantangan besar pemerintahan Jokowi di bidang hukum.

"Banyak kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang belum terselesaikan dan menjadi pekerjaan rumah pemerintahan Jokowi-JK," kata Ketua Bidang Hukum DPP PDIP, Trimedya Panjaitan kepada wartawan dalam jumpa pers Catatan Akhir Tahun Hukum dan HAM 2014 PDIP Perjuangan di Jakarta, Selasa (30/12).

Pemerintahan Jokowi diwarisi kasus-kasus pelanggaran HAM berat. Di antara kasus-kasus itu adalah kekerasan di Papua 1966-1998, Peristiwa Tanjung Priok 1984, kasus Talangsari Lampung 1989, kasus 27 Juli 1996, penembakan mahasiswa Trisakti, Semanggi I dan II, kerusuhan sosial akhir Orde Baru, penculikan aktivis oleh Tim Mawar Kopassus, hingga pembunuhan kasus aktivis HAM Munir Said Thalib.

Trimedya meminta Jokowi memprioritaskan penuntasan kasus penculikan aktivis oleh Tim Mawar dan kerusuhan sosial Mei 1998 menjelang jatuhnya Orde Baru. Sebab menurut Trimedya, kedua kasus tersebut sudah pernah diselediki oleh tim pencari fakta Komnas HAM.

Sebagai langkah awal Jokowi perlu membentuk pengadilan HAM adhoc. Ini sejalan dengan hasil rekomendasi DPR periode 2004-2009. Trimedya menargetkan Jokowi sudah membentuk pengadilan HAM adhoc setahun pasca dilantik menjadi presiden.

Selain itu, PDIP juga akan mendorong Jaksa Agung terlibat aktif menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. Trimedya mengatakan kejaksaan harus berani memeriksa kembali secara cermat perkembangan proses hukum kasus HAM, melakukan gelar perkara, lalu mengumumkan hasilnya kepada publik.

"Kejaksaan harus segera melimpahkan berkas perkara penyidikannya yang selesai ke pengadilan HAM atau Pengadilan HAM adhoc," kata anggota Komisi III DPR ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement