Selasa 23 Dec 2014 15:46 WIB

Konflik Agraria Meningkat Setiap Tahun

Massa gabungan organisasi dan serikat petani dari berbagai daerah di Indonesia berunjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional di depan kantor Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, Senin (24/9)
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Massa gabungan organisasi dan serikat petani dari berbagai daerah di Indonesia berunjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional di depan kantor Badan Pertanahan Nasional, Jakarta, Senin (24/9)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga swadaya masyarakat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan jumlah konflik kasus agraria setiap tahun meningkat, bahkan pada tahun 2014 tercatat 472 kasus atau meningkat 27,91 persen dibandingkan tahun sebelumnya. "Jumlah konflik kasus agraria tahun ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya tercatat sebanyak 369 kasus," kata Sekjen KPA Iwan Nurdin dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Bahkan, menurut data KPA, angka tersebut meningjkat tajam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu 198 konflik (2012), 163 konflik (2011), 106 konflik (2010), dan 89 konflik (2009). KPA juga menyorot bahwa konflik agraria tertinggi pada tahun 2014 paling banyak terjadi terkait dengan proyek-proyek infrastruktur. "Konflik karena infrastruktur ini kami duga karena tahun 2012 telah disahkan UU Pengadaan Tanah," katanya.

KPA mencatat sedikitnya terjadi 215 konflik (45,55 persen) terkait infrastruktur, selanjutnya antara lain 185 konflik (39,19 persen) terkait perkebunan, 27 konflik (5,72 persen) terkait sektor kehutanan, dan 14 konflik (2,97 persen) terkait pertambangan. Ia juga mengemukakan bahwa jumlah konflik agraria masih tinggi dari tahun ke tahun. Sepanjang 2014, menurut data KPA, korban tewas terkait konflik agraria mencapai 19 orang, tertembak 17 orang, luka-luka akibat dianiaya 110 orang dan ditahan 256 orang. "Tingginya angka korban jiwa, kekerasan dan kriminalisasi atas rakyat dalam menunjukkan bahwa keterlibatan oknum Polri/TNI dalam penanganan konflik agraria selama ini, terbukti pemerintah gagal memberikan rasa aman dan menjamin hak hidup rakyat dalam mempertahankan tanahnya," ucapnya.

Selain itu, pendekatan represif oleh aparat keamanan atau pihak pengamanan perusahaan dan preman lapangan juga berakibat memperparah situasi konflik yang terjadi di lapangan, ujarnya. Iwan menuturkan bahwa selama melakukan pendampingan dan advokasi konflik agraria, KPA juga mendata ada 263 korban kriminalisasi aparat akibat konflik agraria.

KPA mencatat korban kriminalisasi konflik agraria dari Jawa Barat sebanyak 131 orang, Kalimantan Tengah 44 orang, Sumatera Utara 17 orang, Sulawesi Tengah 15 orang, Sumatera Selatan 14 orang, Jawa Tengah 13 orang, NTT 11 orang, Jawa Timur delapan orang, Bengkulu empat orang, Banten tiga orang, Kalimantan Barat dua orang, dan Kalimantan Timur satu orang.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement